Kategori
Minggu, Juli 19, 2009
Astagfirullah..............haasibuu anfusakum
MENGENALI KESALAHAN DAN KELEMAHAN DIRI
... فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى (لنجم:32)
“……maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS 53:32).
Mengetahui dan menyadari kesalahan adalah awal kebaikan. Sementara merasa benar terus adalah awal dari kehancuran. Kesalahan memang merupakan tabiat manusia, namun tidaklah bijaksana bila kita terus menerus melanggengkan kesalahan apalagi mewariskannya kepada binaan-binaan atau anak-anak kita. Surat An-Nisa ayat 9 mengingatkan kita bahwa ada keterkaitan yang erat antara kuat atau lemahnya generasi penerus dengan ketakwaan dan kebenaran ucapan orang tua atau pembina. Oleh karena itu sepantasnyalah kita selalu mawas diri jangan sampai kita mewariskan keburukan kepada penerus-penerus kita.
Hendaklah kita menjadi pribadi yang malu bila berbuat salah. Malu kepada Allah dan malu kepada orang-orang beriman. Tidak cukup sekadar mengetahui bahwa diri kita salah, tetapi kita begitu manja meminta permakluman dari Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penerima Tobat. Yang harus kita lakukan bukan hanya menjauhi kesalahan-kesalahan yang besar dan fatal tetapi juga berusaha menghindarkan diri dari kekeliruan-kekeliruan kecil. Sebab apapun bentuknya bila kita sadar melakukan kesalahan tetap saja itu merupakan dosa.
Siapa pun kita pasti pernah terjatuh pada kesalahan.
Astagfirullah....
Tugas kita adalah memohon ampun dan bertobat kepada Allah. Untuk kesalahan pada sesama manusia tentu saja kita harus meminta maaf lebih dulu kepada mereka. Jangan gengsi untuk mengakui kesalahan. Jangan sampai kita berbohong untuk membela kesalahan kita. Apalagi kita berargumen untuk membela kesalahan tersebut dan meminta orang lain menganggap bahwa kesalahan kita adalah kebenaran, na’udzubillahi min dzalik
Allah paling mengetahui tentang diri kita dan melebihi pengetahuan kita. Maka janganlah kita merasa diri kita bersih dan merasa diri paling benar. Kalaupun kita benar dan orang lain salah kita tidak boleh melecehkan kesalahannya. Kalau kita tidak ingin aib kita dibuka orang lain maka jangan buka aib orang lain. Meluruskan diri sendiri dan orang lain tidak perlu dengan cara membuka aib. Cukuplah kita meminta ampun kepada Allah dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang lebih menjaga kehormatan diri dan orang lain. Terkadang ada orang yang karena kesalahannya terlanjur dibeberkan menjadi malu dan bersikap antipati, bukan hanya kepada yang membeberkan tetapi juga kepada wadah di mana si pembeber aib bernaung. “Janganlah karena engkau orang jadi benci terhadap Islam”(Al Hadits). Kebenaran harus diperjuangkan dengan cara yang benar pula, al ghaayah laa tubarrirul wasiilah (tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara).
Jadi masalahnya bukan tidak boleh mengungkap kesalahan orang lain, tapi bagaimana caranya agar pengungkapan itu tidak membawa dampak negative bagi yang bersangkutan: menghalanginya dari jalan Allah. Teruslah memperjuangkan kebenaran. Jantanlah mengakui kesalahan dan bijaksanalah dalam meluruskan kesalahan orang lain. Keberhasilan berawal dari kesadaran akan kesalahan, sehingga setiap pribadi senantiasa terus memperbaiki diri menuju kepada kesempurnaan. (2:208 3:134-135)
Ikhwan dan akhwat fillah. Sirah mencatat pengakuan seorang wanita Al Ghamidiyah yang telah terjatuh kepada perzinahan. Bukan hanya sekadar mengaku tetapi wanita tersebut ingin bertobat dan minta dirajam. Saat itu Rasulullah menyuruh wanita tersebut melahirkan dan menyusui dulu anak dari hasil perzinahan tersebut. Setelah si anak sudah disapih barulah dilaksanakan hukum rajam. Dalam peristiwa itu terucap dari lisan Rasul bahwa wanita tersebut dijamin masuk surga.
Hikmah yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah betapa dengan pemahaman yang seadanya saja seseorang berani mengakui kesalahannya. Maka sepantasnyalah mereka yang memiliki pemahaman yang dalam lebih bersikap kesatria mengakui kesalahannya. Tidak cukup sekadar mengakui kesalahan tetapi harus dilanjutkan dengan tobat, kembali kepada kebenaran. Bila mengakui kesalahan tetapi tetap berkubang di kemaksiatan bagaikan kuda nil yang berkubang di lumpur kotor dan bau. Bertobat berarti mau membersihkan diri, bersedia dihukum dan siap melakukan hal-hal yang dapat menghapus kesalahannya. Rajam adalah salah satu bentuk hukuman sekaligus penyucian. Dan tentu saja harapan utama yang ingin dicapai adalah keridhaan Allah dan surganya. Bagi yang berwenang untuk melaksanakan hukuman tentu harus bijaksana sebagaimana Rasul. Jangan jijik dan sinis mengetahui kesalahan orang lain. Hantarkan kesalahan orang menuju kepada tobatnya. Mengantarkan si salah untuk meraih surga. Bukan membuat dia putus asa, mengurung diri atau, na’udzubillahi min dzalik, bunuh diri. Kalau kita ingin orang lain memaklumi kesalahan kita dan memberi kesempatan kita untuk berbenah diri maka kita juga harus mau memaklumi kesalahan orang lain dan memberinya kesempatan bertobat.
Berkenaan dengan sosialisasi penjatuhan sanksi seyogyanya ikhwan dan akhwat fillah memandangnya sebagai sarana bersuci. Inilah kesempatan untuk lebih menyelami arti haasibuu anfusakum qabla antuhaasabuu. Kita bahkan harus merasa dibantu oleh saudara-saudara kita lewat program tersebut. Tentunya program ini berlaku bagi semua. Tidak ada yang kebal hukum. Fatimah pun kalau mencuri pasti dipotong tangannya oleh Rasul. Maka di manapun posisi kita dalam kehidupan bermasyarakat atau dalam struktur kepartaian misalnya, kita harus berani mengakui kesalahan, dan tentu saja juga siap dikenakan sanksi. Namun jangan kaget bila ada orang yang kita hormati atau kita kagumi suatu ketika juga terkena sanksi. Itu manusiawi. Bahkan itu menunjukkan kematangan tokoh kita tersebut (mau mengakui kesalahannya). Semua benda yang tidak steril (bukan nabi) pasti berdebu, pasti punya salah dan dosa. Maka jangan kita biarkan debu itu melekat, mari sama-sama bersihkan dengan semangat bersuci diri, “sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya dan merugilah orang yang mengotorinya”(91: 9-10)
Betapa kita menyadari seringkali kita gagal untuk terus bertahan dalam kebaikan. Mungkin itu disebabkan karena kita terlalu menganggap remeh kesalahan atau terlalu memanjakan diri dengan sifat Allah yang Maha Pengampun. Dengan penjatuhan sanksi kita terbiasa untuk lebih waspada terhadap kesalahan. Hukuman manusia masih begitu ringan. Terkadang masih terbalut dengan rasa kasihan dan permakluman. Semoga dengan terbiasa menjaga diri agar terhindar dari penjatuhan sanksi insya Allah akan mengantarkan kita untuk terbiasa menghindari dosa agar selamat dari azab Allah nanti di yaumil akhir.
... فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ... (آل عمران:185)
….maka barang siapa yang dijauhkan dari siksa neraka dan dimasukkan ke dalam surga sungguh sangat beruntunglah ia……(3:185).
Akhi...Allah di Samping Kita
Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan-perbuatan besar yang telah berhasil kita lakukan. Tapi kita lupa, bahwa semua itu terjadi karena Allah ada di samping kita
Seorang ayah, yang memiliki putra yang berusia kurang lebih 5 tahun, memasukkan putranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat anaknya kelak menjadi seorang pianis yang terkenal. Selang beberapa waktu kemudian, di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat terkenal. Karena ketenarannya, dalam waktu singkat tiket konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 buah tiket pertunjukkan, untuk dirinya dan anaknya.
Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser dimulai, kursi telah terisi penuh, sang ayah duduk dan putranya tepat berada di sampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak inipun tidak betah duduk diam terlalu lama, tanpa sepengetahuan ayahnya, ia menyelinap pergi. Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat panggung pertunjukan, dan sedang berjalan menghampiri pianio yang akan dimainkan pianis tersebut.
Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu, lagu yang sederhana, "twinklee little star". Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba-aba terlebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke tengah panggung. Seluruh penonton terkejut, melihat yang berada di panggung bukan sang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis pun terkejut, dan bergegas naik ke atas panggung. Melihat nak tersebut, sang pianis tidak menjadi marah, ia tersenyum dan berkata ”Teruslah bermain”, dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya.
Sang pianis lalu duduk, di samping anak itu, dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu, dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. bahkan mereka seakan menyatu alam permainan piano tersebut. ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, karangan bunga di lemparkan ke tengah panggung.
Sang anak jadi GR (Gede Rasa), pikirnya "Gila, baru belajar piano sebulan saja sudah hebat!" Ia lupa bahwa yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya, mengisi segala kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna. ***
Akhi… Apa implikasinya dalam hidup kita? Kadang kita bangga akan segala rencana hebat yang kita buat, perbuatan-perbuatan besar yang telah berhasil kita lakukan. Tapi kita lupa, bahwa semua itu terjadi karena Allah ada di samping kita. Kita adalah anak kecil tadi, tanpa ada Allah di samping kita, semua yang kita lakukan akan sia-sia. Tapi bila Allah ada di samping kita, sesederhana apa pun hal yang kita lakukan hal itu akan menjadi hebat dan baik, bukan saja buat kita sendiri tapi juga bagi orang di sekitar kita. Semoga kita tidak pernah lupa, bahwa ada Allah di samping kita. Wallahu a’lam
Ajaibnya Kata
Sobat...
Dunia ini hanya digerakkan
oleh gagasan beberapa orang saja
dan aku berharap, kamu adalah salah satunya
____
Saat saya masih duduk di bangku SMU, guru kimia saya pernah berkata “Kamu nggak bakalan keterima UMPTN”. Kata-kata itu diucapkannya setelah saya gagal mengerjakan soal kimia di depan kelas. Tentu saja, saya malu pada teman-teman waktu itu. Saya menyadari, saya memang tidak terlalu pintar dalam pelajaran kimia, tapi ketika mendengar guru berkata begitu, tetap saja membuat sakit hati, saya merasa dilecehkan.
Setelah pulang sekolah, kata-kata itu terus terngiang-ngiang dalam pikiran. Saya lempar tas ransel dan langsung merebahkan tubuh ke tempat tidur. Ingin istirahat tapi mata tak mau terpejam. Hanya menerawang di langit langit kamar. Saya tarik nafas panjang-panjang, kemudian dalam hati saya bertekad “Saya harus bisa buktikan nanti lulus UMPTN dan masuk perguruan tinggi negeri”.
Dan, perjuangan itu dimulai...
Kata-kata guru saya seolah menjadi cambuk penyemangat dalam belajar. Setiap hari berkutat dengan soal-soal UMPTN yang rumit itu. Kadang sering putus asa juga ketika tidak bisa menyelesaikan soal-soal dihadapan saya. Tapi, bagaimanapun juga, kendala-kendala itu harus bisa teratasi, berjuang terus untuk bisa menjawab soal, biasanya saya berlatih dengan bahan soal tahun-tahun sebelumnya. Kalau memang sudah mentok, melir kunciik jawaban menjadi alternatif terakhir.
Begitulah saya melewati hari-hari melelahkan itu....
Berawal dari kata-kata yang menyakitkan itu, saya bangkit dan berjuang. Saya percaya bahwa ketika berbuat maksimal, hasil yang akan diperolah pasti akan sebanding dengan usaha tadi. Dan, benar juga, pada akhirnya saya bisa mewujudkan salah satu impian saya, bisa masuk perguruan tinggi negeri dengan mengambil jurusan yang lumayan favorit, Teknik Kimia. Meski tak mendapat restu ortu pada akhirnya....
Kata-kata..ya, berawal dari kata-kata...
Kata-kata memang ajaib. Dia bisa melemahkan dan juga bisa menguatkan, tergantung dari cara kita mensikapinya. Andai saja saya mensikapi kata-kata guru kimia saya itu dengan negatif, tentu saja hanya menyakitkan dan membuat kesal saya. Tapi ketika bisa merenungi dan mengubahnya menjadi energi positif, alhamdulillah, ternyata bisa menjadi spirit, penggugah dan penyemangat belajar sehingga pada akhirnya bisa menikmati kuliah di kampus negeri.
***
Kadang kita kerap masih ingat dengan kata-kata teman atau siapapun yang begitu menyakitkan kita. Bahkan sampai bertahun-tahun lamanya kata-kata itu tidak bisa lepas dari ingatan. Untuk itulah, kita harus mesti berhati-hati dengan kata-kata yang kita keluarkan, baik secara lisan maupun tulisan. Hanya ada dua pilihan, kata-kata yang baik atau yang buruk.
Saya sendiri pernah mendapat kata-kata yang cukup bagus dari seorang teman kuliah, dia pernah menulis di buku harian saya, bunyinya begini;
Sobat...
Dunia ini hanya digerakkan
oleh gagasan beberapa orang saja
dan aku berharap, kamu adalah salah satunya
Dari kata-kata itu, kemudian bisa menginspirasi saya terjun serius ke dunia ide. Kata-kata itu memang singkat dan sederhana, tapi maknanya begitu dalam bagi saya. Bisa menjadi penyemangat untuk berkarya dan berkarya lagi.
Untuk itulah, berhati-hati dengan kata-kata itu perlu karena dia begitu ajaib, bisa menyenangkan dan menyakitkan. Kalau dihadapkan pada pilihan sadar, tentu kita akan menggunakan kata-kata itu untuk memberikan semangat orang, memberikan pencerahan bahkan bisa menjadikannya semakin dekat dengan Tuhan. Semoga saja begitu, pertanyaannya sekarang, sudahkah kita melakukannya...?
Delapan Mata Air Kecemerlangan
Oleh : M Anis Matta, LC
Islam datang dengan 2 pesona; pesona kebenaran yang abadi dan pesona manusia muslim yang temporal. Dan pada setiap momentum sejarah di mana kedua pesona itu bertemu, Islam selalu berada di puncak kekuatan dan kejayannya. Akan tetapi, itulah masalah Islam saat ini. Ia memang tidak akan pernah kehilangan pesona kebenarannya, karena kebenarannya bersifat abadi. Namun, ia kini masih kehilangan pesona manusianya.
Buku Delapan Mata Air Kecemerlangan ini merupakan upaya Anis Matta menjawab problematika itu. Untuk menjadikan muslim sebagai pesona Islam, maka kita harus mempertemukan manusia-manusia muslim itu dengan mata air kecemerlangannya.
Mata Air Pertama: Konsep Diri
Mata Air Kedua: Cahaya Pikiran
Mata Air Ketiga: kekuatan Tekad
Mata Air Keempat: Keluhuran Sifat
Mata Air Kelima: Manajemen Aset Fundamental
Mata Air Keenam: Integrasi Sosial
Mata Air Ketujuh: Kontribusi
Mata Air Kedelapan: Konsistensi
Mata Air Pertama: Konsep Diri
Konsep diri adalah suatu kesadaran pribadi yang utuh, kuat, jelas, dan mendalam tentang visi dan misi hidup; pilihan jalan hidup beserta prinsip dan nilai yang membentuknya; peta potensi; kapasitas dan kompetensi diri; peran yang menjadi wilayah aktualisasi dan kontribusi; serta rencana amal dan karya unggulan. Konsep Diri menciptakan perasaan terarah dalam struktur kesadaran pribadi kita. Keterarahan adalah salah satu mata air kecemerlangan.
Konsep Diri manusia Muslim adalah kesadaran yang mempertemukan antara kehendak-kehendaknya sebagai manusia; antara model manusia Muslim yang ideal dan universal dengan kapasitas dirinya yang nyata dan unik, antara nilai-nilai Islam yang komprehensif dan integral dengan keunikan-keunikan pribadinya sebagai individu; antara ruang aksi dan kreasi yang disediakan Islam dengan kemampuan pribadinya untuk beraksi dan berkreasi; dan antara idealisme Islam dengan realitas pribadinya.
Mata Air Kedua: Cahaya Pikiran
Perubahan, perbaikan, dan pengembangan kepribadian harus selalu dimulai dari pikiran kita. Sebab, tindakan, perilaku, sikap, dan kebiasaan kita sesungguhnya ditentukan oleh pikiran-pikiran yang memenuhi benak kita. Bukan hanya itu, semua emosi atau perasaan yang kita rasakan dalam jiwa kita seperti kegembiraan dan kesedihan, kemarahan dan ketenangan, juga ditentukan oleh pikiran-pikiran kita. Kita adalah apa yang kita pikirkan.
Maka, kekuatan kepribadian kita akan terbangun saat kita mulai memikirkan pikiran-pikiran kita sendiri, memikirkan cara kita berpikir, memikirkan kemampuan berpikir kita, dan memikirkan bagaimana seharusnya kita berpikir. Benih dari setiap karya-karya besar yang kita saksikan dalam sejarah, selalu terlahir pertama kali di sana: di alam pikiran kita. Itulah ruang pertama dari semua kenyataan hidup yang telah kita saksikan.
Mata Air Ketiga: kekuatan Tekad
Tekad adalah jembatan di mana pikiran-pikiran masuk dalam wilayah fisik dan menjelma menjadi tindakan. Tekad adalah energi jiwa yang memberikan kekuatan kepada pikiran untuk merubahnya menjadi tindakan.
Pikiran tidak akan pernah berujung dengan tindakan, jika ia tidak turun dalam wilayah hati, dan berubah menjadi keyakinan dan kemauan, serta kemudian membulat menjadi tekad. Begitu ia menjelma jadi tekad, maka ia memperoleh energi yang akan merangsang dan menggerakkan tubuh untuk melakukan perintah-perintah pikiran.
Bila tekad itu kuat dan membaja, maka tubuh tidak dapat, atau tidak sanggup menolak perintah-perintah pikiran tersebut. Akan tetapi, bila tekad itu tidak terlalu kuat, maka daya rangsang dan geraknya terhadap tubuh tidak akan terlalu kuat, sehingga perintah-perintah pikiran itu tidak terlalu berwibawa bagi tubuh kita.
Maka, kekuatan dan kelemahan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh sebesar apa tekadnya, yang merupakan energi jiwa dalam dirinya. Tekad yang membaja akan meloloskan setiap pikiran di sleuruh prosedur kejiwaan, dan segera merubahnya menjadi tindakan.
Mata Air Keempat: Keluhuran Sifat
Pada akhirnya semua kekuatan internal –kosep diri, pikiran dan tekad- yang telah kita bangun dalam diri kita, haruslah bermuara pada munculnya sifat-sifat keluhuran. Kecemerlangan seseorang di dalam hidup sesungguhnya berasal –salah satunya- dari mata air keluhuran budi pekertinya. Dari mata air keluhuran itu, semua nilai-nilai kemanusiaan yang mulia terjalin menjadi satu kesatuan, dan menampakkan diri dalam bentuk sifat-sifat terpuji.
Sifat-sifat itulah yang akan tampak di permukaan kepribadian kita, mewakili keseluruhan pesona kekuatan kepribadian yang kita miliki, yang sebagiannya terpendam di kedalaman dasar kepribadian kita. Kekuatan pesona sifat-sifat keluhuran itu seperti sihir, yang akan menaklukkan akal dan hati orang-orang yang ada di sekitarnya, atau yang bersentuhan dengannya secara langsung.
Setiap sifat memiliki akar tersendiri yang terhunjam dalam di kedalaman pikiran dan emosi kita. Seperti juga pohon, sifat-sifat itu tersusun sedemikian rupa di mana sebagian mereka melahirkan sebagian yang lain. Ada sejumlah sifat-sifat tertentu yang berfungsi seperti akar pada pohon, yang kemudian tumbuh berkembang menjadi batang, dahan dan ranting, daun dan buah. Demikianlah kita tahu bahwa semua sifat keluhuran berakar pada lima sifat: cinta kebenaran, kesabaran, kasih sayang, kedermawanan, dan keberanian.
Mata Air Kelima: Manajemen Aset Fundamental
Obsesi-obsesi besar, pikiran-pikiran besar, dan kemauan-kemauan besar selalu membutuhkan daya dukung yang juga sarana besarnya. Salah satunya dalam bentuk pengelolaan dua aset fundamental secara baik, yaitu kesehatan dan waktu.
Fisik adalah kendaraan jiwa dan pikiran. Perintah-perintah pikiran dan kehendak-kehendak jiwa tidak akan terlaksana dengan baik, bila fisik tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima. Kadang-kadang, jumlah “penumpang” yang mengendarai fisik kita melebihi kapasitasnya dan membuatnya jadi oleng. Akan tetapi, perawatan yang baik akan menciptakan keseimbangan yang rasional antara muatan dan kapasitas kendaraan.
Waktu adalah kehidupan. Setiap manusia diberikan kehidupan sebagai batas masa kerja dalam jumlah yang berbeda-beda, yang kemudian kita sebut dengan umur yang terbentang dari kelahiran hingga kematian. Tidak ada manusia yang mengetahui akhir dari batas masa kerja itu, yang kemudian kita sebut ajal. Hal itu menciptakan suasana ketidakpastian, tetapi itulah aset paling berharga yang kita miliki.
Ibarat menempuh sebuah perjalanan yang panjang, fisik kita berfungsi sebagai kereta, dan waktu yang terbentang jauh atau dekat, seperti rel kereta. Seorang masinis boleh menentukan stasiun terakhir yang kita tuju, tetapi dia harus menjamin bahwa kereta yang dikemudikannya dan rel yang akan dilewatinya benar-benar berada dalam keadaan baik.
Kesehatan dan waktu adalah dua perangkat keras kehidupan yang sangat terbatas. Akan tetapi, manusia-manusia cemerlang selalu dapat meraih sesuatu secara maksimal dari semua keterbatasan yang melingkupinya.
Mata Air Keenam: Integrasi Sosial
Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat di mana kita berada bukan saja merupakan ukuran kematangan pribadi seseorang, tetapi lebih dari itu. Sebab, lingkungan sosial kita harus dipandang sebagai wadah kita untuk menyemai semua kebaikan yang telah kita kembangkan dalam diri.
Dengan cara pandang ini, maka setiap diri kita akan membangun hubungan sosialnya dengan semangat partisipasi: menyebarkan bunga-bunga kebaikan di taman kehidupan masyarakat kita.
Dengan semangat ini, maka semua usaha kita untuk menciptakan keharmonisan sosial menjadi niscaya. Bukan saja karena dengannya kita dapat menyebarkan kebaikan yang tersimpan dalam diri kita, tetapi juga karena kita menciptakan landasan yang kokoh untuk meraih kesuksesan, berkah kehidupan, dan kebahagiaan dalam hidup.
Jika kematangan pribadi merupakan landasan bagi kesuksesan sosial, maka kesuksesan sosial merupakan landasan bagi kesuksesan lain dalam hidup, seperti kesuksesan profesi.
Mata Air Ketujuh: Kontribusi
Kehadiran sosial kita tidak boleh berhenti pada tahap partisipasi. Harus ada langkah yang lebih jauh dari sekadar itu. Harus ada karya besar yang kita kontribusikan kepada masyarakat, yang berguna bagi kehidupan mereka; sesuatu yang akan dicatat sebagai jejak sejarah kita, dan sebagai amal unggulan yang membuat kita cukup layak mendapatkan ridha Allah SAW dan sebuah tempat terhormat dalam surga-Nya.
Kontribusi itu dapat kita berikan pada wilayah pemikiran, atau wilayah profesionalisme, atau wilayah kepemimpinan, atau wilayah finansial, atau wilayah lainnya. Namun, kontribusi apa pun yang hendak kita berikan, sebaiknya memenuhi dua syarat: memenuhi kebutuhan masyarakat kita dan dibangun dari kompetensi inti kita. Masyarakat adalah pengguna karya-karya kita, maka yang terbaik yang kita berikan kepada mereka adalah apa yang paling mereka butuhkan, dan apa yang tidak dapat dipenuhi oleh orang lain. Akan tetapi, kita tidak dapat berkarya secara maksimal di luar dari kompetensi inti kita. Karena itu, kita harus mencari titik temu diantara keudanya.
Caranya adalah sebagai berikut: buatlah peta kebutuhan kondisional masyarakat kita, dan kemudian buatlah peta potensi kita, untuk menemukan kompetensi inti diri kita. Apabila titik temu itu telah kita temukan, maka masih ada satu lagi yang harus kita lakukan; menjemput momentum sejarah untuk meledakkan potensi kita menjadi karya-karya besar yang monumental. Ini semua mengharuskan kita memiliki kesadaran yang mendalam akan tugas sejarah kita sebagai pribadi, sekaligus firasat yang tajam tentang momentum-momentum sejarah kita.
Mata Air Kedelapan: Konsistensi
Sebagai manusia beriman, kita meyakini sebuah prinsip, bahwa bagian yang paling menentukan dari seseorang adalah akhir hidupnya. Maka, persoalan paling berat yang kita hadapi sesungguhnya bukanlah mendaki gunung, tetapi bagaimana bertahan di puncak gunung itu hingga akhir hayat.
Mengukir sebuah prestasi besar dalam hidup dan mempertahankannya hingga akhir hayat, adalah dua misi dan tugas hidup yang berbeda; berbeda pada kapasitas energi jiwa yang diperlukannya, berbeda pada proses-proses psikologisnya, berbeda pula pada ukuran kesuksesannya.
Untuk dapat bertahan di puncak, kita harus menghindari jebakan-jebakan kesuksesan, seperti rasa puas yang berlebihan atau perasaan menjadi besar dengan kesuksesab yang telah kita raih. kita harus mempertahankan obsesi pada kesempurnaan pribadi, melakukan perbaikan berkesinambungan, melakukan perbaikan berkesinambungan, melakukan pertumbuhan tanpa batas akhir, dan mempertahankan semangat kerja dengan menghadirkan kerinduan abadi kepada surga dan kecemasan abadi dari neraka, serta menyempurnakan semua usaha-usaha manusiawi kita dengan berdoa kepada Allah untuk mendapatkan husnul khatimah. Semua itu agar kita menjemput takdir sejarah kita yang terhormat di bawah naungan ridha Allah SWT, dan agar kita kelak menceritakan episode panjang kepahlawanan ini kepada saudara-saudara kita di surga
Senin, Juli 06, 2009
Karena Nurani
Senin, pukul 11.30. Seorang saleh tergopoh-gopoh menuju masjid, karena sebentar lagi adzan akan berkumandang. Sebenarnya lelaki itu biasa berjalan kaki dari rumahnya, kendati jarak pulang pergi 3 km. Namun saat itu dia harus berlari dan mengejar kendaraan umum yang bisa membawanya pergi ke mesjid raya.
Tiba-tiba di pinggir jalan ada seorang pengemis menghampirinya dan menadahkan tangan dengan begitu memelas. Orang saleh ini hanya diam sambil terus menunggu kendaraan. Akan tetapi si pengemis yang masih dalam keadaan memelas tetap gigih memohon. Rupanya si lelaki saleh itu tetap dengan sikap tak pedulinya sambil terus memandangi jam tangannya.
Mobil angkotpun datang. Namun tubuh lunglai pengemis tadi menghalanginya untuk naik. Akhirnya si saleh kehilangan kesabaran dan marahpun tumpah.
“ Heh..tahu gak sih, aku sudah terlambat sekarang. Kamu mengganggu saja. Minggir.." Hardik si lelaki dengan suara keras.
Singkat cerita, ia campakkan si pengemis begitu saja. Tanpa melakukan apapun. Sesampainya di depan masjid, ia begitu terkejut karena pengemis itu sudah ada di sana mendahului dirinya. Masih dalam keadaan terkesima atas kejadian ini, si pengemis menepuk bahunya sambil mengatakan sesuatu.
"Aku tidak membutuhkan kesalehanmu, aku hanya membutuhkan kasih sayangmu." Sebuah kata singkat darinya. Seketika pengemis itu menghilang dari pandangan.
Tentang kepedulian dan kasih sayang. Apa iya sih saat ini, kita masih memilikinya? Atau mungkin kita hanya peduli pada hal-hal yang sifatnya lebih sementara?
Coba bayangkan tiga atau empat tahun lagi dari sekarang....
Orang mungkin akan dengan mudah lupa. Lupa dengan IP yang pernah kita dapat, baik A+ atau C+. Lupa akan kata-kata ’hebat’ yang pernah kita lontarkan saat berada di atas mimbar, di lembar-lembar tulisan atau saat kita luapkan di pertemuan dengan teman-teman kita. Begitu juga dengan penampilan, apa saja barang-barang mewah yang pernah kita kenakan, mobil bagus, baju necis, emas berlian, mereka tidak akan mengingatnya.
Namun mereka akan sulit sekali melupakan pada setiap perhatian yang pernah kita berikan, ketika kita bersedia mengajari mereka. Setiap kata yang kita berikan untuk membangun dan menyemangati mereka. Setiap pemberian sederhana yang pernah mereka terima saat mereka butuhkan. Setiap detik yang kita luangkan untuk mereka yang membutuhkan kita.
Mungkin hanya hal sederhana, namun itu adalah sesuatu yang begitu berarti ketika kita memberikannya dengan tulus ikhlas. Ya..dengan ikhlas karena kita berbuatpun bukan untuk dikenang mereka, tapi untuk akhirat kita.
Namun sayang... Mungkin kita adalah orang yang dituntut untuk hidup serba cepat tanpa harus peduli satu sama lain. Mungkin kita adalah generasi yang dididik untuk menyelamatkan diri sendiri sebelum memberi perhatian kepada orang lain.
"Eh dia masuk rumah sakit, mau ikut pergi jenguk gak?" Seseorang mengingatkan temannya.
"Oh..titip salam aja ya. Aku masih banyak urusan lain nih." Jawab temannya
"Eh, aku boleh minta waktu kamu sedikit aja. Aku lagi dalam masalah berat nih!" pinta seorang teman suatu waktu.
"Waduh..entar aja ya! Sibuk kerja nih." Jawab teman yang lain.
Kita tidak pernah tahu seberapa banyak waktu yang tersita untuk segala macam kesibukan yang kita lakukan. Bahwa sebenarnya kita pasti masih punya banyak waktu asalkan kita cukup mau mempunyai rasa peduli pada orang lain. Bahwa kita pasti masih bisa punya perhatian, asalkan kita mau untuk meluangkannya. Itu lebih tergantung dari isi hati kita, dari apa yang ada di dalam kita.
Bukan tergantung dari apa yang ada di luar diri kita. Memilih untuk peduli atau tidak peduli ada di dalam kontrol kita. Bukan dalam kontrol situasi yang ada di sekeliling kita. Ada begitu banyak alasan untuk menjadi tidak peduli; karena kesibukan, karena gengsi, karena malas, karena capek, atau apapun itu. Namun hanya ada satu alasan untuk menjadi peduli yaitu karena NURANI....
Sabtu, Juli 04, 2009
8 Kado Untuk Sahabat
Bagi mereka yang kusayangi..belajarlah !
KEHADIRAN
Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat, telepon, foto atau faks. Namun dengan berada disampingnya. Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian , dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagian.
MENDENGAR
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab, kebanyakan orang Lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama diketehui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati.
Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya. Ini memudahkan Anda memberi tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi
atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.
D I A M
Seperti kata-kata, didalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya. Diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya “ruang”. Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik bahkan mengomeli.
KEBEBASAN
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah, ” Kau bebas berbuat semaumu.” Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.
KEINDAHAN
Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik ? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap hari ! Senin keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana dirumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.
TANGGAPAN POSITIF
Tanpa, sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat,berapa kali dalam seminggu terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian ( dan juga permintaan maaf ), adalah kado cinta yang sering terlupakan.
KESEDIAAN MENGALAH
Tidak semua masalah layak menjai bahan pertengkaran. Apalagi sampai Menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado ” kesediaan mengalah” Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia telat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut ? Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini
SENYUMAN
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputus asaan. pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi?
Tirai Nurani
buat seseorang yang pernah hinggap dihatiku
sekarang aku tlah terbebas walau tak terbias
makasih atas semuanya, jangan bingung dan jangan bosan.
Dibalik sebuah merah senja yang tlah berakhir
tersibak keindahan di ujung semua keraguan
membuka tabir atas khayalan-khayalan tak berangan
menorehkan sebuah titik diantara ribuan koma dan tanda tanya
ternyata awan dilangit tak seindah yang terbayang
namun ombak dilautan tak sekejam yang terangan
Hanya sora dan suara yang terdengar dibalik deringnya masa itu
dikala ayam mulai berkokok hingga kelelawar berterbangan
suara itu tak asing terbias diantara senyuman embun dipagi hari
sora itu tak aneh terhempas dibawa angin hujan musim kemarau
deringan itu melantunkan lagu diantara riuhnya keramaian
hingga aku terjaga kalau itu hanyalah sebuah fatamorgana
Malam yang semakin sepi terasa dingin meresap ke ari
jiwaku tertantang terluka cibiran goresan alien tak berkepala
ku melangkah hingga langkah terpijak ditengah jalan
ku tersendu dengan sosok khayalan yang itu
hingga akhirnya terhenyak tuk mengejar bayangan itu
Kini semua tabir itu telah tersibak
bayangan hitam diantara temaramnya lampu jalanan berdebu
menorehkan setitik noda diantara putihnya halaman
rasa seakan takpercaya terpercik dahsyatnya gelombang dilaut tenang
menghadirkan rasa damai yang selama ini kuimpikan
Walau terasa ringan namun bagai lava yang mengalir dari gunung berapi
walau terasa kaku diantara bekunya es yang mencair
walau terasa kurang namun kelebihan meluluhkan suasana
kuterpenjara dengan suasana itu
namun kuterbangkitkan dengan awal itu dan itu......
KUCIUM WANGI TANAH DALAM GERIMIS
air yang membasah tanah berdebu. bikin kenangan menderu-deru. memasuki
ruang-ruang kepurbaan dalam dada. kucium aroma tanah kucium wangi harum
kerinduan. kucium udara kucium kenangan.
aku menyukai aroma ini, entah mengapa aku begitu menyukainya. mungkin
kuingat dirimu di situ. berbisik bersama desau angin. bersama rintik-rintik
gerimis. ada wajahmu di situ. menjelma kenangan menari...
kucium wangi tanah dalam gerimis.
ruang-ruang kepurbaan dalam dada. kucium aroma tanah kucium wangi harum
kerinduan. kucium udara kucium kenangan.
aku menyukai aroma ini, entah mengapa aku begitu menyukainya. mungkin
kuingat dirimu di situ. berbisik bersama desau angin. bersama rintik-rintik
gerimis. ada wajahmu di situ. menjelma kenangan menari...
kucium wangi tanah dalam gerimis.
Langganan:
Postingan (Atom)
Ruang Tamu
Puncak Selera Jiwa
Pojok Hikmah
mimpi dapat diperpanjang. tidak peduli berapa usia kita atau apa kondisi kita, karena masih ada kemungkinan belum tersentuh di dalam diri kita dan keindahan baru menunggu untuk dilahirkan. Karena Bermimpilah ! untuk esok yang indah