Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Kategori

Artikel (4) Dakwah (7) Motivasi (3) Muhasabah (11) Munajah (7) Prosa (5) Puisi (18) Tarbiyah (2)

Minggu, Juli 19, 2009

Astagfirullah..............haasibuu anfusakum



MENGENALI KESALAHAN DAN KELEMAHAN DIRI

... فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى (لنجم:32)
“……maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS 53:32).

Mengetahui dan menyadari kesalahan adalah awal kebaikan. Sementara merasa benar terus adalah awal dari kehancuran. Kesalahan memang merupakan tabiat manusia, namun tidaklah bijaksana bila kita terus menerus melanggengkan kesalahan apalagi mewariskannya kepada binaan-binaan atau anak-anak kita. Surat An-Nisa ayat 9 mengingatkan kita bahwa ada keterkaitan yang erat antara kuat atau lemahnya generasi penerus dengan ketakwaan dan kebenaran ucapan orang tua atau pembina. Oleh karena itu sepantasnyalah kita selalu mawas diri jangan sampai kita mewariskan keburukan kepada penerus-penerus kita.
Hendaklah kita menjadi pribadi yang malu bila berbuat salah. Malu kepada Allah dan malu kepada orang-orang beriman. Tidak cukup sekadar mengetahui bahwa diri kita salah, tetapi kita begitu manja meminta permakluman dari Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penerima Tobat. Yang harus kita lakukan bukan hanya menjauhi kesalahan-kesalahan yang besar dan fatal tetapi juga berusaha menghindarkan diri dari kekeliruan-kekeliruan kecil. Sebab apapun bentuknya bila kita sadar melakukan kesalahan tetap saja itu merupakan dosa.
Siapa pun kita pasti pernah terjatuh pada kesalahan.
Astagfirullah....
Tugas kita adalah memohon ampun dan bertobat kepada Allah. Untuk kesalahan pada sesama manusia tentu saja kita harus meminta maaf lebih dulu kepada mereka. Jangan gengsi untuk mengakui kesalahan. Jangan sampai kita berbohong untuk membela kesalahan kita. Apalagi kita berargumen untuk membela kesalahan tersebut dan meminta orang lain menganggap bahwa kesalahan kita adalah kebenaran, na’udzubillahi min dzalik
Allah paling mengetahui tentang diri kita dan melebihi pengetahuan kita. Maka janganlah kita merasa diri kita bersih dan merasa diri paling benar. Kalaupun kita benar dan orang lain salah kita tidak boleh melecehkan kesalahannya. Kalau kita tidak ingin aib kita dibuka orang lain maka jangan buka aib orang lain. Meluruskan diri sendiri dan orang lain tidak perlu dengan cara membuka aib. Cukuplah kita meminta ampun kepada Allah dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang lebih menjaga kehormatan diri dan orang lain. Terkadang ada orang yang karena kesalahannya terlanjur dibeberkan menjadi malu dan bersikap antipati, bukan hanya kepada yang membeberkan tetapi juga kepada wadah di mana si pembeber aib bernaung. “Janganlah karena engkau orang jadi benci terhadap Islam”(Al Hadits). Kebenaran harus diperjuangkan dengan cara yang benar pula, al ghaayah laa tubarrirul wasiilah (tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara).
Jadi masalahnya bukan tidak boleh mengungkap kesalahan orang lain, tapi bagaimana caranya agar pengungkapan itu tidak membawa dampak negative bagi yang bersangkutan: menghalanginya dari jalan Allah. Teruslah memperjuangkan kebenaran. Jantanlah mengakui kesalahan dan bijaksanalah dalam meluruskan kesalahan orang lain. Keberhasilan berawal dari kesadaran akan kesalahan, sehingga setiap pribadi senantiasa terus memperbaiki diri menuju kepada kesempurnaan. (2:208 3:134-135)
Ikhwan dan akhwat fillah. Sirah mencatat pengakuan seorang wanita Al Ghamidiyah yang telah terjatuh kepada perzinahan. Bukan hanya sekadar mengaku tetapi wanita tersebut ingin bertobat dan minta dirajam. Saat itu Rasulullah menyuruh wanita tersebut melahirkan dan menyusui dulu anak dari hasil perzinahan tersebut. Setelah si anak sudah disapih barulah dilaksanakan hukum rajam. Dalam peristiwa itu terucap dari lisan Rasul bahwa wanita tersebut dijamin masuk surga.
Hikmah yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah betapa dengan pemahaman yang seadanya saja seseorang berani mengakui kesalahannya. Maka sepantasnyalah mereka yang memiliki pemahaman yang dalam lebih bersikap kesatria mengakui kesalahannya. Tidak cukup sekadar mengakui kesalahan tetapi harus dilanjutkan dengan tobat, kembali kepada kebenaran. Bila mengakui kesalahan tetapi tetap berkubang di kemaksiatan bagaikan kuda nil yang berkubang di lumpur kotor dan bau. Bertobat berarti mau membersihkan diri, bersedia dihukum dan siap melakukan hal-hal yang dapat menghapus kesalahannya. Rajam adalah salah satu bentuk hukuman sekaligus penyucian. Dan tentu saja harapan utama yang ingin dicapai adalah keridhaan Allah dan surganya. Bagi yang berwenang untuk melaksanakan hukuman tentu harus bijaksana sebagaimana Rasul. Jangan jijik dan sinis mengetahui kesalahan orang lain. Hantarkan kesalahan orang menuju kepada tobatnya. Mengantarkan si salah untuk meraih surga. Bukan membuat dia putus asa, mengurung diri atau, na’udzubillahi min dzalik, bunuh diri. Kalau kita ingin orang lain memaklumi kesalahan kita dan memberi kesempatan kita untuk berbenah diri maka kita juga harus mau memaklumi kesalahan orang lain dan memberinya kesempatan bertobat.
Berkenaan dengan sosialisasi penjatuhan sanksi seyogyanya ikhwan dan akhwat fillah memandangnya sebagai sarana bersuci. Inilah kesempatan untuk lebih menyelami arti haasibuu anfusakum qabla antuhaasabuu. Kita bahkan harus merasa dibantu oleh saudara-saudara kita lewat program tersebut. Tentunya program ini berlaku bagi semua. Tidak ada yang kebal hukum. Fatimah pun kalau mencuri pasti dipotong tangannya oleh Rasul. Maka di manapun posisi kita dalam kehidupan bermasyarakat atau dalam struktur kepartaian misalnya, kita harus berani mengakui kesalahan, dan tentu saja juga siap dikenakan sanksi. Namun jangan kaget bila ada orang yang kita hormati atau kita kagumi suatu ketika juga terkena sanksi. Itu manusiawi. Bahkan itu menunjukkan kematangan tokoh kita tersebut (mau mengakui kesalahannya). Semua benda yang tidak steril (bukan nabi) pasti berdebu, pasti punya salah dan dosa. Maka jangan kita biarkan debu itu melekat, mari sama-sama bersihkan dengan semangat bersuci diri, “sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya dan merugilah orang yang mengotorinya”(91: 9-10)
Betapa kita menyadari seringkali kita gagal untuk terus bertahan dalam kebaikan. Mungkin itu disebabkan karena kita terlalu menganggap remeh kesalahan atau terlalu memanjakan diri dengan sifat Allah yang Maha Pengampun. Dengan penjatuhan sanksi kita terbiasa untuk lebih waspada terhadap kesalahan. Hukuman manusia masih begitu ringan. Terkadang masih terbalut dengan rasa kasihan dan permakluman. Semoga dengan terbiasa menjaga diri agar terhindar dari penjatuhan sanksi insya Allah akan mengantarkan kita untuk terbiasa menghindari dosa agar selamat dari azab Allah nanti di yaumil akhir.
... فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ... (آل عمران:185)
….maka barang siapa yang dijauhkan dari siksa neraka dan dimasukkan ke dalam surga sungguh sangat beruntunglah ia……(3:185).


0 komentar:

Ruang Tamu


Tinggalkan Pesan Terbaikmu

Puncak Selera Jiwa

Pojok Hikmah

mimpi dapat diperpanjang. tidak peduli berapa usia kita atau apa kondisi kita, karena masih ada kemungkinan belum tersentuh di dalam diri kita dan keindahan baru menunggu untuk dilahirkan. Karena Bermimpilah ! untuk esok yang indah