Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Kategori

Artikel (4) Dakwah (7) Motivasi (3) Muhasabah (11) Munajah (7) Prosa (5) Puisi (18) Tarbiyah (2)

Minggu, April 25, 2010

Engkau Dalam Ingatku

E ngkau memberi arti walau tanpa tangan yg terjabat
D isaat jauh selalu lekat disudut hati yang penat
I ngin kulantunkan selarik sajak untukmu sahabat

S egenggam bunga mekar bersemi saat berganti hari
U ntuk dinikmati indahnya yang berlenggang menari
P uaskan jiwa yang membutuhkan sentuhan jemari

R asa damai saat senyum sapa dalam jiwa kita terikat kuat
A kankah tangan kita akan erat terjalin suatu saat?
T etap saja, waktu yang akan menjawab kemana hati harus merapat

M eski jauh, engkau memberi kesejukan walau tanpa kata yg kudengar terucap
A sa dan doa kulantunkan untukmu tuk dapat meraih harap
N uraniku berkata kaulah mentari yg selalu membagi kehangatan yang tertancap

Jangan Hentikan Senyummu


Kuraih semangatku dengan senyummu…
Kudapatkan anganku dengan senyummu…
Kujalani apa yang pantas aku jalani juga karena senyummu…

Entah mengapa senyummu begitu nyata.
Hingga kurasa ada nyawa disetiap lantunnya…
Jangan kau bersedih…
dan tetaplah tersenyum bahagia…Jangan hentikan senyummu

Mungkin hatiku hanya sebesar dua telapak tanganku…
Atau mungkin hanya sebesar satu buah telapak tangan…
Namun apa yang kurasakan karena senyum itu
jauh lebih besar…
Dibandingkan besarnya lautan yang ada dibumi…
karenanya, Jangan Hentikan Senyummu
untukku.........

Sabtu, April 24, 2010

Surat Ibu yang Tergolek Tak Berdaya....


Anakku….
Ibu menulis surat ini di tengah keletihan yang teramat sangat. Air mata bercucuran deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Engkau memang lelaki yang gagah lagi matang, ibu yakin engkau akan sanggup membaca surat ini. Bacalah! Dan bila tidak suka, engkau dapat merobek setelah membacanya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan ibu mengandungmu. Seluruh aktivitas ibu jalani dengan susah payah karena mengandungmu. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaan ibu. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat ibu melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatan ibu demi kesehatanmu. Kegelisahan ibu demi kebaikanmu. Harapan ibu hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kedewasaanmu semakin tampak, ibu pun berikhtiar atan iniuntuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, ibu merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak ibu telah terlupakan. Sudah sekian lama ibu tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk sekedar melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Haruskah ibumu memelas hanya untuk bertemu dirimu. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan! Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Anakku…
Walau bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…
Perjalanan tahun demi tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..
Terserah kepadamu jika engkau anggap ibu rewel, cerewet dan bawel. Bila ingin merobek-robek surat ini. Lakukan saja karena itu pilihanmu. Ibu tidak akan mengungkit-ungkit jerih payah dan jasa yang telah dapat menghadirkanmu seperti keberadaanmu sekarang ini. Karena itu hanya akan mengurangi ketulusan ibu di hadapan Allah saja.

Anakku…
Ketahuilah bahwa ibu tidak akan menggunakan senjata pamungkas ibu untuk menghukummu. Cukup cerita Malin Kundang menjadi pelajaran yang tak tak terlupakan. Engkau tetap buah hatiku yang akan ibu bela sekuat tenaga.

Ya..Allah luluhkanlah hati anakku, ringankanlah urusannya...
Ya..Allah jadikanlah aku hambaMu yang bersabar...

http://www.facebook.com/notes/aidil-heryana/teruntuk-anakkubuah-hatiku/384941334869

Minggu, April 04, 2010

Kesendirian yang Bermakna


Kesendirian, suatu waktu di mana kita tak bisa menghindarinya. Banyak momen di mana kita harus tinggal seorang diri; saat di kamar mandi; saat di rumah tak ada orang kecuali kita; saat berada di sebuah ruangan warnet. Saat kesendirian itu muncul, saat di mana setan dengan gencarnya menggoda kita. Karena biasanya, kita akan jauh lebih semangat beribadah ketika ada orang di sekitar kita. Apalagi jika orang yang di dekat kita adalah orang yang shalih, yang senantiasa “menularkan” kebaikan pada diri kita. Ketika penghalang itu tak ada, setan pun dengan leluasa menerobos masuk dalam hati dan pikiran kita.
Karena iman yang lemah, kita pun kerap terjebak pada bujuk rayu setan. Kita menuruti apa mau setan. Tadinya kita rajin shalat, membaca al-Quran, tiba-tiba menjadi makhluk jalang yang bersuka cita pada kemaksiatan. “Ah... tidak ada yang melihat saya melakukannya,” bisiknya dalam hati.
Saat kesendirian itulah keimanan kita sedang diuji, apakah kita benar-benar mencintai Allah dengan setulus hati, apakah kita hanya takut kepada-Nya ataukah ibadah yang kita lakukan selama ini hanya sandiwara dan ingin dipuji oleh orang yang sedang bersama kita?
Saat sendiri, berarti kita hanya berdua-duaan dengan Allah. Alangkah baiknya kita gunakan kesempatan itu untuk bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketika dalam keramaian kita berdzikir seratus kali. Maka saat sendirian, kita harus lebih dari itu. Uwais al-Qarny Ra. pernah berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang bisa mengenal Tuhannya, sementara dia lebih banyak bersama selain-Nya.”
Suatu ketika, di malam yang dingin dan sunyi, Imam Abu Hanifah bermunajat di sebuah masjid. Di sana beliau menghabiskan waktunya dengan shalat, dzikir, dan berdoa hingga shubuh. Tak disangka, ada orang yang melihat ibadahnya itu. Setelah mengetahui ada yang memperhatikannya, beliau lalu berkata kepada orang tersebut agar merahasiakan perihal apa yang dilihatnya.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik tidak terlalu banyak melaksanakan puasa dan shalat sunnah. Akan tetapi, kesendiriannya dipenuh dengan hal-hal yang berguna dan bermakna.
Seorang ulama bernama Umar Tilmisani pernah menceritakan pengalamannya. Di suatu malam, Imam Hasan al-Banna – gurunya – memanggil namanya, “Ya Umar, apakah engkau sudah tidur?” Lantas Umar menjawab, “Belum ya syaikh.” Kemudian Imam Hasan al-Banna kembali masuk ke kamarnya. Beberapa saat kemudian Imam Hasan al-Banna kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Tapi kali ini Umar sengaja tidak menjawabnya, karena pasti nanti akan bertanya lagi hal yang sama. Umar pura-pura tidur.
Setelah tidak ada jawaban dari Umar, Imam al-Banna masuk kembali ke kamarnya. Beberapa saat lamanya pertanyaan yang sama tidak segera muncul, Umar pun melihat apa yang dilakukan gurunya itu di dalam kamarnya. Demi melihatnya, Imam Hasan al-Banna sedang bermunajat dengan tangisan menyayat hati. Akhirnya tahulah Umar, jika gurunya itu menginginkan kesendirian dalam bermunajat kepada-Nya, sehingga amalan hanya semata-mata karena Allah.
Sungguh asyik berdua-duaan bersama Allah sehingga Allah akan menganugerahi cahaya pada wajah kita. Imam Hasan al-Bashri pernah ditanya, “Kenapa orang yang rajin shalat malam wajahnya tampak bercahaya?” Imam Hasan menjawab, “Karena dia berdua-duaan dengan Allah sehingga Allah menghadiahinya sebagian dari cahaya-Nya.”
Seorang yang taat di kala ramai maupun sepi akan mereguk manisnya iman. Dia akan mendapatkan peningkatan kualitas iman dalam dirinya. Sesungguhnya semua ibadah yang kita lakukan untuk diri kita sendiri, bukan untuk orang lain. Kita berlaku demikian laksana melemparkan kayu Hindi (bahan minyak wangi) ke tengah bara api, kemudian wanginya tercium oleh manusia, namun mereka tak tahu dari mana sumber wewangian itu.
Ada orang yang jika kita mendekatinya terasa damai. Ketika menatap wajahnya, semakin mendorong kita untuk banyak mengingat Allah. Semakin bergaul akrab dengannya, terasa kebaikan-kebaikannya. Cintanya kepada kita bukan kamuflase sesaat, tetapi merupakan cinta murni yang datang dari-Nya. Terasa di sekeliling kita “harum mewangi” ketika kita bersamanya.
Namun, ada orang yang jika kita semakin dekat dengannya, hati kita semakin hampa, keras membatu, dan kotor oleh maksiat. Mungkin pada mulanya, kita menganggapnya orang baik. Namun lama kelamaan ketahuan belangnya, hatinya lebih busuk dari bangkai dan lebih kejam dari binatang liar. Merekalah orang-orang yang hanya taat di kala ramai, namun berbuat maksiat di saat sendiri.
Barangsiapa yang kesendiriannya baik dan penuh makna, akan menyebarlah aroma keutamaannya dan hati pun akan senantiasa mencium wewangiannya. Jagalah perilaku Anda dalam kesendirian, karena hal itu sangat bermanfaat.



Ruang Tamu


Tinggalkan Pesan Terbaikmu

Puncak Selera Jiwa

Pojok Hikmah

mimpi dapat diperpanjang. tidak peduli berapa usia kita atau apa kondisi kita, karena masih ada kemungkinan belum tersentuh di dalam diri kita dan keindahan baru menunggu untuk dilahirkan. Karena Bermimpilah ! untuk esok yang indah