Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran : 103)
Begitu indah persaudaraan dalam Islam, persaudaraan yang didasari Iman. Waktu terus bergulir dan seiring bergulirnya waktu harakah ini pun terus tumbuh dan berkembang. Memerlukan banyak potensi untuk membangunnya menjadi suatu bangunan yang kokoh dan kuat dengan pondasi Aqidah yang murni. Masuk kedalamnya tidak hanya menjadi pelengkap penderita, tidak hanya menjadi penonton perjuangan yang datangnya tak menggenapkan dan pergipun tak mengganjilkan. Berikanlah potensimu walau hanya sebersar atom atau bahkan lebih kecil dari itu. Minimal engkau tak membuat lubang di perahu yang sedang berlayar ini.
Individu adalah komponen terkecil penyusun masyarakat, Dia memegang peranan penting dalam menentukan perjalanan dan bentuk masyarakat itu sendiri. Oleh kerana itu, yang menjadi tonggak dalam gerakan kita adalah individu, kemudian keluarga, dan akhirnya masyarakat. Maka perbaikilah dirimu terlebih dahulu, kemudian serulah orang lain ke jalan kebaikan. Kerana terwujudnya peribadi-peribadi yang benar-benar mukmin akan membuka banyak peluang untuk sukses. Inilah karakteristik Islam yang paling menonjol, iaitu pembentukan peribadi islami {takwin asy-syakhshiyab al-islamiyyah).
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”(Asy-Syu’ara: 214)
Dari Abu Darda’ ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari kiamat nanti Allah akan mem-bangkitkan beberapa kaum; di wajah mereka terdapat cahaya; mereka berada di atas mimbar-mimbar yang ter-buat dari permata. Orang-orang iri kepadanya, padahal mereka bukan para nabi dan bukan pula syuhada. “Abu Darda’ berkata, “Seorang Arab Badui tiba-tiba ber-lutut dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami sehingga kami dapat mengenali mereka.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, dari kabilah dan negara yang berbeda-beda, berkumpul untuk melakukan dzikrullah.’” (HR. Thabrani dengan sanad Hasan)
Daftar Isi
-
▼
2008
(10)
-
▼
Desember
(10)
- Harakah Cinta : “Berjamaah adalah Amanah”
- Harakah cinta : “Cinta Persaudaraan”
- Lagi : di jalan cinta para pejuang
- Jalan Cinta Para Pejuang
- Mencari Jalan Pulang
- Andai Hari Ini, Hari Terakhir ( Renungan Hari tera...
- Desember, Kuingat Engkau.
- Ajari Aku Ya Allah...
- Akhir Tahun Untukmu Filistin
- Kami Tidak Lupa, Palestina!
-
▼
Desember
(10)
Kategori
Rabu, Desember 31, 2008
Harakah cinta : “Cinta Persaudaraan”
….dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Ruum : 31-32)
Harakah cinta adalah harakah yang didasarkan Cinta Kepada Allah dan Cinta karena Allah. Kerinduanku untuk menemukan harakah ini terlalu kuat hingga aku terkapar lemah karena rindu. Kepakan sayap-sayap kasih yang membawa misi perjuangan suci telah ternodai oleh firqah-firqah yang menebar benih-benih perpecahan. Seperti gambaran ayat di atas mereka bangga dengan partainya, organisasinya, kelompoknya mereka terlihat sama-sama bekerja untuk Islam tapi tak pernah mau bekerja sama untuk mengibarkan Panji-panji Islam. Mereka sibuk mengusung bendera masing-masing dan melupakan sunah perjuangan.
Hati ini sedih ketika sahabat yang telah lama menemani perjuanganku harus berpisah ketika ia merasa berpartai itu sebagian dari siasa perjuangan, masuk kedalam sistem merupakan jalan untuk memperbaiki sistem itu sendiri, ia terus mengeluarkan argument dan melupakan Sirah perjuangan Nubuwah. Aku hanya terdiam aku sadar girah sahabatku saat itu sedang memuncak percuma jika aku bicara ia tetap tidak akan mendengarkan. Aku tidak mau persaudaran iman yang telah kita bina selama ini hancur dalam satu jam dibalut diskusi yang tak bermanfaat. Aku mengundurkan diri dari meja pertemuan ini, membawa sejuta rasa sedih sekaligus keprihatinan yang tak bisa aku gambarkan.
Dihadapan cermin yang tak bersalah kuluapakan rasa sakitku, tanpa kusadari tangan ini menghantam keras cermin itu. Tak ada rasa sakit melebihi sakit yang ada di dalam dadaku saat itu. Tanganku yang berdarah tak mampu menghilangkan rasa gemuruh dalam dada ini. “sahabat jika kau berkunjung ke rumahku akan kau saksikan cermin yang retak itu”. Sebagai saksi betapa aku mencintaimu karena Allah. Sahabat kau tetap sahabatku yang selalu membuat ku termotivasi untuk menulis artikel ini. Aku tidak mau kehilangan sahabat-sahabat seprtimu lagi.
Sirah perjuangan Rasul, tidak menerima tawaran parlemen kafir Quarais untuk memimpin, itulah Uswah yang di berikan
Siasa dakwah, ini hal yang sering diucapakan mereka. Padahal mereka yang masuk dalam siasa Zionis yang ingin menkotak-kotakan umat Islam. Hati mereka tak lagi bergetar kitika dibacakan Hadis tentang umat islam yang seperti buih. Ingatlah sahabat sampai kapanpun manusia kafir (Yahudi & Nashara) akan terus membenci Islam:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqarah : 120)
Sahabat marilah kita publikasikan persaudaran sesama muslim kepada dunia. Tujukanlah bahwa kita bukanlah umat yang mudah dipecah-belah, bukan umat yang mudah diombang-ambingkan oleh peradaban yang hedonis,individualis dan sekuler. Jalinlah terus simpul-simpul Ukhuwah Islamiah diantara kita. Wallahu a’alam bish-shawab.
Harakah cinta adalah harakah yang didasarkan Cinta Kepada Allah dan Cinta karena Allah. Kerinduanku untuk menemukan harakah ini terlalu kuat hingga aku terkapar lemah karena rindu. Kepakan sayap-sayap kasih yang membawa misi perjuangan suci telah ternodai oleh firqah-firqah yang menebar benih-benih perpecahan. Seperti gambaran ayat di atas mereka bangga dengan partainya, organisasinya, kelompoknya mereka terlihat sama-sama bekerja untuk Islam tapi tak pernah mau bekerja sama untuk mengibarkan Panji-panji Islam. Mereka sibuk mengusung bendera masing-masing dan melupakan sunah perjuangan.
Hati ini sedih ketika sahabat yang telah lama menemani perjuanganku harus berpisah ketika ia merasa berpartai itu sebagian dari siasa perjuangan, masuk kedalam sistem merupakan jalan untuk memperbaiki sistem itu sendiri, ia terus mengeluarkan argument dan melupakan Sirah perjuangan Nubuwah. Aku hanya terdiam aku sadar girah sahabatku saat itu sedang memuncak percuma jika aku bicara ia tetap tidak akan mendengarkan. Aku tidak mau persaudaran iman yang telah kita bina selama ini hancur dalam satu jam dibalut diskusi yang tak bermanfaat. Aku mengundurkan diri dari meja pertemuan ini, membawa sejuta rasa sedih sekaligus keprihatinan yang tak bisa aku gambarkan.
Dihadapan cermin yang tak bersalah kuluapakan rasa sakitku, tanpa kusadari tangan ini menghantam keras cermin itu. Tak ada rasa sakit melebihi sakit yang ada di dalam dadaku saat itu. Tanganku yang berdarah tak mampu menghilangkan rasa gemuruh dalam dada ini. “sahabat jika kau berkunjung ke rumahku akan kau saksikan cermin yang retak itu”. Sebagai saksi betapa aku mencintaimu karena Allah. Sahabat kau tetap sahabatku yang selalu membuat ku termotivasi untuk menulis artikel ini. Aku tidak mau kehilangan sahabat-sahabat seprtimu lagi.
Sirah perjuangan Rasul, tidak menerima tawaran parlemen kafir Quarais untuk memimpin, itulah Uswah yang di berikan
Siasa dakwah, ini hal yang sering diucapakan mereka. Padahal mereka yang masuk dalam siasa Zionis yang ingin menkotak-kotakan umat Islam. Hati mereka tak lagi bergetar kitika dibacakan Hadis tentang umat islam yang seperti buih. Ingatlah sahabat sampai kapanpun manusia kafir (Yahudi & Nashara) akan terus membenci Islam:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqarah : 120)
Sahabat marilah kita publikasikan persaudaran sesama muslim kepada dunia. Tujukanlah bahwa kita bukanlah umat yang mudah dipecah-belah, bukan umat yang mudah diombang-ambingkan oleh peradaban yang hedonis,individualis dan sekuler. Jalinlah terus simpul-simpul Ukhuwah Islamiah diantara kita. Wallahu a’alam bish-shawab.
Lagi : di jalan cinta para pejuang
Cinta tak harus memiliki
di sana, ada cinta dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
lalu di sepertiga malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengn cinta yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yangs elalu mendengarkan suara hati
teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban,
menyeru pada iman
walau duri merentaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah
tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang
-Salim A. Fillah-
di sana, ada cinta dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
lalu di sepertiga malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengn cinta yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yangs elalu mendengarkan suara hati
teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban,
menyeru pada iman
walau duri merentaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah
tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang
-Salim A. Fillah-
Jalan Cinta Para Pejuang
kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah,
maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta padaNya,
pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki:
selamanya memberi yang bisa kita berikan,
selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
-M. Anis Matta-
Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Ia tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.
”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.
Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”
Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.
Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita..
Author: Salim A. Fillah
maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta padaNya,
pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki:
selamanya memberi yang bisa kita berikan,
selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
-M. Anis Matta-
Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Ia tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.
”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.
Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”
’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”
Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.
Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita..
Author: Salim A. Fillah
Mencari Jalan Pulang
Perjalanan Sepi
Seorang Musafir Menghitung Nasib Diri
Mencari Erti Sebuah Tafsiran Mimpi
Yang Semalamnya Menganggu Igauan Tidur
Tentang Masa Depan
Yang Silih Bergantinya Hampir...
Lena Dan Bahagia
Tuhan...
Sesunyi Air Di Lautan
Masih Punya Matlamat Diri
Untuk Sampai Ketepian
Berdebur Menghempas "Mazmumah" Diri
Berkecai Buih Noda...
Dek Kekuatan Dan Kekerasan Pepasir Keinsafan
Lalu Lurut Semula Ke Samudera
Berlari Meninggalkan Untaian Dosa !
Kesyahduan Itu Merempuh Lagi
Bukan Lagi Pada Mehnah Duniawi
Tapi Kini Pada Kasih Tuhan Yang Sering Tergadai
Dek Kelalaian Duniawi
Dan Bekalan Diri Yang Masih Belum Sempurna
Untuk Dipersembahkan
Tatkala Dituntut Kelak
Tuhan...
Siramlah Diriku
Dengan Lautan "Maghfirahmu"
Agar Senang Ku Capai "Mardhiahmu"
Dan Mudah Pula....
"As-Sakinah" Datang Bertandang
Meniupkan Semilir "As-Sa'adah"
Ke Dalam Rohku
Lalu Aku Akan Tegap Berdiri
Tatkala Diuji
Walau Ku Tahu
Keperitan Hidup Pasti Mengejar
Namun Ia Tetap Kan Jadi
Idola Sebuah Rentak
Perjalanan...
Mencari Jalan Pulang...!!!
Seorang Musafir Menghitung Nasib Diri
Mencari Erti Sebuah Tafsiran Mimpi
Yang Semalamnya Menganggu Igauan Tidur
Tentang Masa Depan
Yang Silih Bergantinya Hampir...
Lena Dan Bahagia
Tuhan...
Sesunyi Air Di Lautan
Masih Punya Matlamat Diri
Untuk Sampai Ketepian
Berdebur Menghempas "Mazmumah" Diri
Berkecai Buih Noda...
Dek Kekuatan Dan Kekerasan Pepasir Keinsafan
Lalu Lurut Semula Ke Samudera
Berlari Meninggalkan Untaian Dosa !
Kesyahduan Itu Merempuh Lagi
Bukan Lagi Pada Mehnah Duniawi
Tapi Kini Pada Kasih Tuhan Yang Sering Tergadai
Dek Kelalaian Duniawi
Dan Bekalan Diri Yang Masih Belum Sempurna
Untuk Dipersembahkan
Tatkala Dituntut Kelak
Tuhan...
Siramlah Diriku
Dengan Lautan "Maghfirahmu"
Agar Senang Ku Capai "Mardhiahmu"
Dan Mudah Pula....
"As-Sakinah" Datang Bertandang
Meniupkan Semilir "As-Sa'adah"
Ke Dalam Rohku
Lalu Aku Akan Tegap Berdiri
Tatkala Diuji
Walau Ku Tahu
Keperitan Hidup Pasti Mengejar
Namun Ia Tetap Kan Jadi
Idola Sebuah Rentak
Perjalanan...
Mencari Jalan Pulang...!!!
Andai Hari Ini, Hari Terakhir ( Renungan Hari terakhir 2008 )
Wahai dikau...renunglah engkau akan nasib diri
Wahai qalbu...sedarkah engkau akan gerak hati
Wahai akal...terfikirkah engkau akan apa yang bakal terjadi
Andai ini merupakan hari yang terakhir kali buatmu
Sekujur jasad yang bakal berlalu pergi
Tatkala usia bernoktah di penghujung kehidupan duniawi
Pabila tiba saat tepat seperti yang dijanji Ilahi
Kematian...adalah sesuatu yang pasti
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu siangnya engkau sibuk berzikir
Biarpun anak tekak kering kehausan air
Tentu engkau tak akan jemu melagukan syair
Rindu mendayu..merayu...kepada-NYA Tuhan yang satu
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu solatmu kau kerjakan di awal waktu
Solat yang dikerjai...sungguh khusyuk lagi tawadhu'
Tubuh, minda, dan qalbu...bersatu memperhamba diri
Mengadap Rabbul Jalil... menangisi kecurangan janji
"Innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil 'alamin"
[sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku...
kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan sekelian alam]
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tidak akan kau persiakan walau sesaat yang berlalu
Setiap masa tak akan dipersia begitu saja
Di setiap kesempatan juga masa yang terluang
Alunan Al-Quran bakal kau dendang...bakal kau syairkan
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu malammu engkau sibukkan dengan pesta-pestaan
Berterawih...berqiamullail...bertahajjud...
Mengadu...merintih...meminta belas kasih
"Sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi...aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU"
Oleh itu duhai Ilahi...kasihanilah daku hamba-MU ini
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu dirimu tak akan melupai mereka yang tersayang
Ayuh ke mari kita meriahkan Ramadhan
Kita buru...kita cari...suatu malam idaman
Yang lebih berkat dari seribu bulan
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu engkau bakal bersedia batin dan zahir
Mempersiap diri...rohani dan jasmani
Menanti-nanti jemputan Izrail
Di kiri dan kanan ...lorong-lorong redha Ar-Rahman
Duhai Ilahi...
Andai ini hari terakhir buat kami
Jadikanlah ia hari paling bererti...paling berseri...
Menerangi kegelapan hati-hati kami
Menyuluhi diri ke jalan menuju redha serta kasih sayang mu Ya Ilahi
Semoga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti
Namun saudara...
Tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
mungkin hari ini merupakan yang terakhir kali
Hanya yang termampu bagi seorang hamba itu
Berusaha...bersedia...meminta belas-NYA
Andai benar ini hari terakhir buat kita
Andai benar ini hari terakhir buatku
Maafkanlah segala dosa-dosaku
Daku hanyalah seorang insan biasa
Mencari kasih Illahi yang abadi
Duhai Ilahi....kasihanilah daku, kekallah diri ini dalam iman yang abadi
Dan hanya kepada-Mu, daku berharap...
Wahai qalbu...sedarkah engkau akan gerak hati
Wahai akal...terfikirkah engkau akan apa yang bakal terjadi
Andai ini merupakan hari yang terakhir kali buatmu
Sekujur jasad yang bakal berlalu pergi
Tatkala usia bernoktah di penghujung kehidupan duniawi
Pabila tiba saat tepat seperti yang dijanji Ilahi
Kematian...adalah sesuatu yang pasti
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu siangnya engkau sibuk berzikir
Biarpun anak tekak kering kehausan air
Tentu engkau tak akan jemu melagukan syair
Rindu mendayu..merayu...kepada-NYA Tuhan yang satu
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu solatmu kau kerjakan di awal waktu
Solat yang dikerjai...sungguh khusyuk lagi tawadhu'
Tubuh, minda, dan qalbu...bersatu memperhamba diri
Mengadap Rabbul Jalil... menangisi kecurangan janji
"Innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil 'alamin"
[sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku...
kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan sekelian alam]
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tidak akan kau persiakan walau sesaat yang berlalu
Setiap masa tak akan dipersia begitu saja
Di setiap kesempatan juga masa yang terluang
Alunan Al-Quran bakal kau dendang...bakal kau syairkan
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu malammu engkau sibukkan dengan pesta-pestaan
Berterawih...berqiamullail...bertahajjud...
Mengadu...merintih...meminta belas kasih
"Sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi...aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU"
Oleh itu duhai Ilahi...kasihanilah daku hamba-MU ini
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu dirimu tak akan melupai mereka yang tersayang
Ayuh ke mari kita meriahkan Ramadhan
Kita buru...kita cari...suatu malam idaman
Yang lebih berkat dari seribu bulan
Andai kau tahu ini hari terakhir
Tentu engkau bakal bersedia batin dan zahir
Mempersiap diri...rohani dan jasmani
Menanti-nanti jemputan Izrail
Di kiri dan kanan ...lorong-lorong redha Ar-Rahman
Duhai Ilahi...
Andai ini hari terakhir buat kami
Jadikanlah ia hari paling bererti...paling berseri...
Menerangi kegelapan hati-hati kami
Menyuluhi diri ke jalan menuju redha serta kasih sayang mu Ya Ilahi
Semoga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti
Namun saudara...
Tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
mungkin hari ini merupakan yang terakhir kali
Hanya yang termampu bagi seorang hamba itu
Berusaha...bersedia...meminta belas-NYA
Andai benar ini hari terakhir buat kita
Andai benar ini hari terakhir buatku
Maafkanlah segala dosa-dosaku
Daku hanyalah seorang insan biasa
Mencari kasih Illahi yang abadi
Duhai Ilahi....kasihanilah daku, kekallah diri ini dalam iman yang abadi
Dan hanya kepada-Mu, daku berharap...
Desember, Kuingat Engkau.
Di tirai pagi kubersandar pada dinding kesedihan
Di senandung alam kuberbaring pada rajutan kerinduan
Ibunda...
Telah jauh jarak antara kutub-kutub tubuh kita
Membentang kerinduan didalam anak-anak sungai diujung mata kita
Ibunda...
Coba kukumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu
Coba kupilah yang terbaik untuk isi kerinduanku
Tapi bunda...
Dunia takkan mampu menggantikanmu
Pilahan yang terbaik takkan lagi coba kuisi dalam rinduku
Dunia...ah apalah arti dunia ketika surgapun ditelapak kakimu
Menopang segala yang ada ditubuh, hati dan luangan kasih sayangmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam rahimmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam gendonganmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam pangkuanmu
Hingga derita kau rasa indah demi anandamu
Lalu...kenapa hanya rindu yang ananda punya untuk ibunda
Tidak bunda...
Rindu ini hadir dalam Doa anandamu
Agar surga selalu hadir untukmu
Bukan hanya ditelapak kakimu
Di senandung alam kuberbaring pada rajutan kerinduan
Ibunda...
Telah jauh jarak antara kutub-kutub tubuh kita
Membentang kerinduan didalam anak-anak sungai diujung mata kita
Ibunda...
Coba kukumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu
Coba kupilah yang terbaik untuk isi kerinduanku
Tapi bunda...
Dunia takkan mampu menggantikanmu
Pilahan yang terbaik takkan lagi coba kuisi dalam rinduku
Dunia...ah apalah arti dunia ketika surgapun ditelapak kakimu
Menopang segala yang ada ditubuh, hati dan luangan kasih sayangmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam rahimmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam gendonganmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam pangkuanmu
Hingga derita kau rasa indah demi anandamu
Lalu...kenapa hanya rindu yang ananda punya untuk ibunda
Tidak bunda...
Rindu ini hadir dalam Doa anandamu
Agar surga selalu hadir untukmu
Bukan hanya ditelapak kakimu
Ajari Aku Ya Allah...
Ya Allah ………
Ajarilah aku tuk terus bersyukur
Bahkan sampai diriku ada dalam keadaan
Paling teraniaya
Ajarilah aku agar terus menjadi orang baik
Bahkan ………
Ketika dunia sekalipun tak sanggup lagi tersenyum
Ajari aku ya Allah ………
Agar selalu bisa tertawa
Setelah menangis
Agar selalu bangkit
Setelah kejatuhan
Agar bisa terus berjalan
Walau aral melintang
Di depan sana
Agar tidak pernah menyerah
Walaupun hampir mati
Ajari aku ya Allah ………
Agar tidak pernah kehilangan cinta
Agar tidak kehilangan kepercayaan
Bahwa masih ada hal-hal baik
Di dunia ini
Yang masih patut diperjuangkan
Ajari aku ya Allah ………
Agar aku tidak menjalani hidup ini
Dengan sia-sia ………
Ya Allah...
Jangan biarkan kebencianku pada orang-orang yang menyakiti-ku, membuat diriku zalim...
Tapi jadikanlah musuhku adalah guru kehidupanku. .. agar aku bisa belajar janganlah mencontoh perbuatan mereka.
Berikanlah aku kelapangan hati dan kejernihan berpikir, agar aku sukses mengolah jiwa menjadi hamba yang tenang.
Agar hati ini dipenuhi rasa cinta & kasih sayang pada sesama, termasuk mengasihi musuh-musuh- ku...
Ya Allah apakah aku bisa memiliki sifat itu ?
Yang aku tahu itu adalah sifat orang-orang suci seperti Nabi Muhammad, Nabi Isa atau bahkan Sang Budha Sidharta Gautama.
Hari ini aku ingin menangis, untuk melepas sejenak kepenatan diri dalam menghadapi proses kehidupan.
Duch Gusti Allah mohon ampuni aku atas segala salah dan dosa dari akil baligh hingga saat ini.
Aku mohon Ya Allah...
Putuskan rantai kejelekan yang ada padaku tidak menurun ke anak cucuku kelak.
Semoga Allah SWT karuniakan kepada kita keikhlasan tiada batas dan kekuatan untuk senantiasa melanggengkan setiap amal soleh yang telah, sedang dan yang akan kita kerjakan.
Berikan aku ketenangan Ya Allah!!!!
Berikan aku ketenangan… agar aku dapat meneruskan hidup di muka bumi mu ini……
Ajarilah aku tuk terus bersyukur
Bahkan sampai diriku ada dalam keadaan
Paling teraniaya
Ajarilah aku agar terus menjadi orang baik
Bahkan ………
Ketika dunia sekalipun tak sanggup lagi tersenyum
Ajari aku ya Allah ………
Agar selalu bisa tertawa
Setelah menangis
Agar selalu bangkit
Setelah kejatuhan
Agar bisa terus berjalan
Walau aral melintang
Di depan sana
Agar tidak pernah menyerah
Walaupun hampir mati
Ajari aku ya Allah ………
Agar tidak pernah kehilangan cinta
Agar tidak kehilangan kepercayaan
Bahwa masih ada hal-hal baik
Di dunia ini
Yang masih patut diperjuangkan
Ajari aku ya Allah ………
Agar aku tidak menjalani hidup ini
Dengan sia-sia ………
Ya Allah...
Jangan biarkan kebencianku pada orang-orang yang menyakiti-ku, membuat diriku zalim...
Tapi jadikanlah musuhku adalah guru kehidupanku. .. agar aku bisa belajar janganlah mencontoh perbuatan mereka.
Berikanlah aku kelapangan hati dan kejernihan berpikir, agar aku sukses mengolah jiwa menjadi hamba yang tenang.
Agar hati ini dipenuhi rasa cinta & kasih sayang pada sesama, termasuk mengasihi musuh-musuh- ku...
Ya Allah apakah aku bisa memiliki sifat itu ?
Yang aku tahu itu adalah sifat orang-orang suci seperti Nabi Muhammad, Nabi Isa atau bahkan Sang Budha Sidharta Gautama.
Hari ini aku ingin menangis, untuk melepas sejenak kepenatan diri dalam menghadapi proses kehidupan.
Duch Gusti Allah mohon ampuni aku atas segala salah dan dosa dari akil baligh hingga saat ini.
Aku mohon Ya Allah...
Putuskan rantai kejelekan yang ada padaku tidak menurun ke anak cucuku kelak.
Semoga Allah SWT karuniakan kepada kita keikhlasan tiada batas dan kekuatan untuk senantiasa melanggengkan setiap amal soleh yang telah, sedang dan yang akan kita kerjakan.
Berikan aku ketenangan Ya Allah!!!!
Berikan aku ketenangan… agar aku dapat meneruskan hidup di muka bumi mu ini……
Akhir Tahun Untukmu Filistin
Bismilla hirohmaanirokhim
Allohummaasolli wasallim ‘alaa saiyidinaa muhammad wa’ala aali saiyidinaa muhammad
Ya Alloh ya Tuhan ku, ampunilah dosa-dosaku ya Alloh.
Aku bersujud kepadaMu dengan segala dosa
Aku menghadapMu dengan hina
Ya Alloh ya Maha Besar
Aku memohon kepadaMu dengan ikhlas ya Alloh
Ya Alloh Yang Maha Adil
Sesungguhnya apa dosa mereka, apa dosa saudara-saudara kami di Palestina ya Alloh
Tidakkah cukup penderitaan mereka selama ini? Tidakkah mengering air mata mereka?
Ya Alloh ampunilah dosa-dosa mereka, hapuskanlah kehinaan dari diri mereka
Mengapa mereka harus selalu tertindas?
Ya Alloh Yang Maha Besar
Sesungguhnya hambaMu ini tidak tahan melihat penderitaan mereka, saudara-saudara kami
Hatiku serasa teriris-iris saat melihat mereka tertindas
Ya Alloh Yang Maha Agung
Apakah kemuliaan bangsa Israel? Apakah mereka lebih layak hidup?
Benarkah bangsa Palestina sudah Engkau takdirkan untuk selalu tertindas? Benarkah saudara-saudara kami itu tidak layak hidup?
Hamba yakin itu tidak benar. Hamba yakin Engkau Maha Adil
Ya Alloh Ya Rohman Ya Rohim
Aku tengadahkan sepuluh jariku untuk mereka
Hamba linangkan air mata demi kemuliaan mereka Ya Alloh
Limpahkanlah rahmat dan hidayahMu kepada mereka
Aku dia dan kami sangat ingin melihat mereka bahagia
Kami ingin mereka terlepas dari segala tindasan bangsa Israel
Ya Alloh
Sesungguhnya kami sangat pantas berdoa untuk mereka
Karena kami adalah saudara
Amin ya robbal ‘alamin
Allohummaasolli wasallim ‘alaa saiyidinaa muhammad wa’ala aali saiyidinaa muhammad
Ya Alloh ya Tuhan ku, ampunilah dosa-dosaku ya Alloh.
Aku bersujud kepadaMu dengan segala dosa
Aku menghadapMu dengan hina
Ya Alloh ya Maha Besar
Aku memohon kepadaMu dengan ikhlas ya Alloh
Ya Alloh Yang Maha Adil
Sesungguhnya apa dosa mereka, apa dosa saudara-saudara kami di Palestina ya Alloh
Tidakkah cukup penderitaan mereka selama ini? Tidakkah mengering air mata mereka?
Ya Alloh ampunilah dosa-dosa mereka, hapuskanlah kehinaan dari diri mereka
Mengapa mereka harus selalu tertindas?
Ya Alloh Yang Maha Besar
Sesungguhnya hambaMu ini tidak tahan melihat penderitaan mereka, saudara-saudara kami
Hatiku serasa teriris-iris saat melihat mereka tertindas
Ya Alloh Yang Maha Agung
Apakah kemuliaan bangsa Israel? Apakah mereka lebih layak hidup?
Benarkah bangsa Palestina sudah Engkau takdirkan untuk selalu tertindas? Benarkah saudara-saudara kami itu tidak layak hidup?
Hamba yakin itu tidak benar. Hamba yakin Engkau Maha Adil
Ya Alloh Ya Rohman Ya Rohim
Aku tengadahkan sepuluh jariku untuk mereka
Hamba linangkan air mata demi kemuliaan mereka Ya Alloh
Limpahkanlah rahmat dan hidayahMu kepada mereka
Aku dia dan kami sangat ingin melihat mereka bahagia
Kami ingin mereka terlepas dari segala tindasan bangsa Israel
Ya Alloh
Sesungguhnya kami sangat pantas berdoa untuk mereka
Karena kami adalah saudara
Amin ya robbal ‘alamin
Kami Tidak Lupa, Palestina!
Tahun 2008 ini ditutup dengan catatan kejahatan kemanusiaan oleh Israel. Dengan alasan melakukan serangan balasan (siapa yang mulai?), mereka membombardir Palestina dengan korban kebanyakan wanita dan anak-anak. Luar biasanya, dan tidak perlu heran lagi, Amerika menghimbau Hamas untuk menahan diri (dari apa?). Ibaratnya si A sudah babak belur ditonjok dijotos dibogem sama si B, lalau si C dengan enteng ngomong, eh A, tahan diri dong, gila lu ya. Padahal si B gak babak belur atau sebam sama sekali.
Kita yang berada ribuan kilometer dari tempat terjadinya perang ini, akan sulit sekali membayangkan rasanya dibom oleh perlengkapan perang berat seperti itu. Bahkan, saat ini saja, saya sedang duduk di atas kursi yang empuk di kantor saya. Langit tampak biru. Awan seputih kapas. Sungguh, sulit sekali membayang di belahan dunia lain masih ada bangsa yang mengalami penjajahan. Sulit sekali membayangkan ada negara yang tidak bisa serelatif aman dan tenteram seperti negeri kita ini. Begitu kerasnya hidup di bawah bayang-bayang penjajah, sehingga anak yang belum akil balig pun sudah menggenggam senjata.
Sulit sekali membayangkan hidup di antara desingan peluru dan dentuman bom yang mungkin saja setiap saat bisa merenggut nyawa kita sendiri. Sulit sekali membayangkan harus menjalani hidup seperti itu seperti layaknya kita yang dengan nyaman pergi pulang kantor setiap hari bagaikan rutinitas. Sulit sekali membayangkan bahwa setiap bentuk perlawanan terhadap penjajahan itu disebut sebagai aksi teroris. Untuk Indonesia, hal itu sebenarnya tidak perlu diperherankan lagi. Pada waktu jaman penjajahan Belanda, para pejuang kita yang mulia itu disebut ekstrimis (baca: teroris) oleh para penjajah. Demikian juga Palestina. Organisasi yang terbentuk sebagai badan pelawan penjajah (baca: Hamas) dicap teroris oleh Israel. Sayangnya, karena jaringan berita global berada di bawah gurita Israel, mereka semua ikut-ikutan mengecap Hamas sebagai organisasi teroris. Padahal, mereka adalah pasukan pembela diri dari penjajah. Bahkan, ada juga yang bilang bahwa batas negara Palestina tidak jelas. Dulu, saya sendiri berkeyakinan bahwa Palestina adalah negara yang tidak memiliki wilayah.
Sungguh sulit sekali untuk turut berjuang membela mereka yang terjajah di sana. Betapa enak dan empuknya kursi ini. Betapa empuk dan hangatnya kasur menunggu di rumah. Betapa enak dan lezatnya makanan yang kami makan tadi siang dan malam nanti. Walaupun bangsa Indonesia adalah bangsa yang terlahir dari bebasnya penjajahan, generasi sekarang adalah generasi yang sudah tidak memegang senjata lagi secara fisik. Tapi, kita punya hal yang lebih baik dari fisik: nurani.
Bisa apa dengan nurani? Katakan tidak pada penjajahan. Tidak satu pun negara di dunia saat ini, kecuali Amerika, yang tidak mengecam Israel. Bahkan di tingkat yang paling lemah, mereka hanya diam saja. Apa yang bisa kita lakukan? Tidak perlu terbang ke sana dan ikut berjuang. Sekali lagi, gunakan nurani. Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kemampuan perang mereka. Jangan lemah. Jangan dengar kata orang bahwa semua itu percuma. Tidak banyak yang memberitakan bahwa perekonomian Denmark sempat melemah ketika negara itu mengalami boikot ketika kasus pelecehan Nabi beberapa tahun lalu. Itu adalah indikator bahwa kita bisa punya kekuatan untuk membuat impact secara tidak langsung.
Yang bisa kita lakukan saat ini adalah boikot. Sekali lagi, jangan lemah. Pernah perhatikan bahwa kita menggunakan produk-produk dari produsen yang membantu anggaran Israel? Produk-produk seperti Coca Cola, MacDonalds, Nokia, Starbucks dan lain-lainnya berasal dari produsen yang dengan setia membantu Israel menjajah Palestina. Tidak ada yang menjanjikan apa pun dari kegiatan boikot ini. Ini hanyalah panggilan nurani untuk mempertimbangkan lain kali Anda membeli produk-produk tersebut. Renungkanlah sebentar. Ciri-ciri produk pendukung Israel biasanya mahal dan tidak berguna. Starbucks, contohnya. Pernahkah Anda renungkan, kenapa untuk segelas kopi yang bisa Anda bikin sendiri harganya mencapai Rp.30,000? Dengan uang 1jt rupiah, Anda bisa mendapatkan fitur yang lebih banyak dari hape lain dibanding Nokia. Itulah ciri-ciri produk pendukung Israel. Sekali lagi, saya tekankan, boikot ini bukan untuk orang yang lemah. Orang lemah akan beralasan, tidak mungkinlah, kita kan bergantung sama mereka. Silahkan saja. Tidak ada dosa di sini. Paling tidak, itu menurut saya. Tapi, bila Anda orang yang kuat, silahkan lihat daftar produk-produk yang menurut Anda tidak perlu dibeli lagi di sini: http://www.inminds.co.uk/boycott-israel.html. Jangan boikot apabila Anda lemah.
Lain kali Anda menyeruput Coca Cola di MacDonalds dan kemudian duduk santai di Starbucks, nikmatilah selagi bisa. Namanya perang, akan ada yang kalah. Jangan pernah beranggapan Palestina akan kalah. Irak yang diklaim sudah dimenangi oleh Amerika saja masih mendapat perlawanan dan hingga saat ini sudah ribuan tentara Amerika tewas tanpa alasan yang jelas. Demikianlah yang terjadi apabila kedaulatan suatu negara dirampas dengan kekerasan.
Sekali lagi, lain kali Anda menyeruput Milo dari Nestle, sambil SMS-an dengan hape Nokia, ingatlah, Anda tidak dosa. Tidak perlu merasa bersalah apabila uang yang Anda keluarkan digunakan untuk anggaran perang penjajah. Anda tidak dosa. Anda hanya lemah. Itu wajar. Negeri ini memang berada ribuan kilometer dari tempat terjadinya penjajahan. Mungkin saat Anda membaca tulisan ini, Anda sedang duduk nyaman di atas perabot Marks & Spencer. Rileks saja. Tidak perlu cemas. Perang itu tidak mungkin sampai di negeri ini. Kalau pun sampai. Tenang saja. Akan ada tempat lain di mana orang-orangnya mungkin akan berkelakuan sama seperti Anda sekarang ini: santai dan rileks di tempat yang nyaman, empuk dan hangat.
Pesan saya untuk Palestina, teruslah berjuang. Maafkan kami, belum bisa menyumbang secara fisik. Tapi, kami tidak akan lupa, Palestina! (MTW)
Kita yang berada ribuan kilometer dari tempat terjadinya perang ini, akan sulit sekali membayangkan rasanya dibom oleh perlengkapan perang berat seperti itu. Bahkan, saat ini saja, saya sedang duduk di atas kursi yang empuk di kantor saya. Langit tampak biru. Awan seputih kapas. Sungguh, sulit sekali membayang di belahan dunia lain masih ada bangsa yang mengalami penjajahan. Sulit sekali membayangkan ada negara yang tidak bisa serelatif aman dan tenteram seperti negeri kita ini. Begitu kerasnya hidup di bawah bayang-bayang penjajah, sehingga anak yang belum akil balig pun sudah menggenggam senjata.
Sulit sekali membayangkan hidup di antara desingan peluru dan dentuman bom yang mungkin saja setiap saat bisa merenggut nyawa kita sendiri. Sulit sekali membayangkan harus menjalani hidup seperti itu seperti layaknya kita yang dengan nyaman pergi pulang kantor setiap hari bagaikan rutinitas. Sulit sekali membayangkan bahwa setiap bentuk perlawanan terhadap penjajahan itu disebut sebagai aksi teroris. Untuk Indonesia, hal itu sebenarnya tidak perlu diperherankan lagi. Pada waktu jaman penjajahan Belanda, para pejuang kita yang mulia itu disebut ekstrimis (baca: teroris) oleh para penjajah. Demikian juga Palestina. Organisasi yang terbentuk sebagai badan pelawan penjajah (baca: Hamas) dicap teroris oleh Israel. Sayangnya, karena jaringan berita global berada di bawah gurita Israel, mereka semua ikut-ikutan mengecap Hamas sebagai organisasi teroris. Padahal, mereka adalah pasukan pembela diri dari penjajah. Bahkan, ada juga yang bilang bahwa batas negara Palestina tidak jelas. Dulu, saya sendiri berkeyakinan bahwa Palestina adalah negara yang tidak memiliki wilayah.
Sungguh sulit sekali untuk turut berjuang membela mereka yang terjajah di sana. Betapa enak dan empuknya kursi ini. Betapa empuk dan hangatnya kasur menunggu di rumah. Betapa enak dan lezatnya makanan yang kami makan tadi siang dan malam nanti. Walaupun bangsa Indonesia adalah bangsa yang terlahir dari bebasnya penjajahan, generasi sekarang adalah generasi yang sudah tidak memegang senjata lagi secara fisik. Tapi, kita punya hal yang lebih baik dari fisik: nurani.
Bisa apa dengan nurani? Katakan tidak pada penjajahan. Tidak satu pun negara di dunia saat ini, kecuali Amerika, yang tidak mengecam Israel. Bahkan di tingkat yang paling lemah, mereka hanya diam saja. Apa yang bisa kita lakukan? Tidak perlu terbang ke sana dan ikut berjuang. Sekali lagi, gunakan nurani. Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kemampuan perang mereka. Jangan lemah. Jangan dengar kata orang bahwa semua itu percuma. Tidak banyak yang memberitakan bahwa perekonomian Denmark sempat melemah ketika negara itu mengalami boikot ketika kasus pelecehan Nabi beberapa tahun lalu. Itu adalah indikator bahwa kita bisa punya kekuatan untuk membuat impact secara tidak langsung.
Yang bisa kita lakukan saat ini adalah boikot. Sekali lagi, jangan lemah. Pernah perhatikan bahwa kita menggunakan produk-produk dari produsen yang membantu anggaran Israel? Produk-produk seperti Coca Cola, MacDonalds, Nokia, Starbucks dan lain-lainnya berasal dari produsen yang dengan setia membantu Israel menjajah Palestina. Tidak ada yang menjanjikan apa pun dari kegiatan boikot ini. Ini hanyalah panggilan nurani untuk mempertimbangkan lain kali Anda membeli produk-produk tersebut. Renungkanlah sebentar. Ciri-ciri produk pendukung Israel biasanya mahal dan tidak berguna. Starbucks, contohnya. Pernahkah Anda renungkan, kenapa untuk segelas kopi yang bisa Anda bikin sendiri harganya mencapai Rp.30,000? Dengan uang 1jt rupiah, Anda bisa mendapatkan fitur yang lebih banyak dari hape lain dibanding Nokia. Itulah ciri-ciri produk pendukung Israel. Sekali lagi, saya tekankan, boikot ini bukan untuk orang yang lemah. Orang lemah akan beralasan, tidak mungkinlah, kita kan bergantung sama mereka. Silahkan saja. Tidak ada dosa di sini. Paling tidak, itu menurut saya. Tapi, bila Anda orang yang kuat, silahkan lihat daftar produk-produk yang menurut Anda tidak perlu dibeli lagi di sini: http://www.inminds.co.uk/boycott-israel.html. Jangan boikot apabila Anda lemah.
Lain kali Anda menyeruput Coca Cola di MacDonalds dan kemudian duduk santai di Starbucks, nikmatilah selagi bisa. Namanya perang, akan ada yang kalah. Jangan pernah beranggapan Palestina akan kalah. Irak yang diklaim sudah dimenangi oleh Amerika saja masih mendapat perlawanan dan hingga saat ini sudah ribuan tentara Amerika tewas tanpa alasan yang jelas. Demikianlah yang terjadi apabila kedaulatan suatu negara dirampas dengan kekerasan.
Sekali lagi, lain kali Anda menyeruput Milo dari Nestle, sambil SMS-an dengan hape Nokia, ingatlah, Anda tidak dosa. Tidak perlu merasa bersalah apabila uang yang Anda keluarkan digunakan untuk anggaran perang penjajah. Anda tidak dosa. Anda hanya lemah. Itu wajar. Negeri ini memang berada ribuan kilometer dari tempat terjadinya penjajahan. Mungkin saat Anda membaca tulisan ini, Anda sedang duduk nyaman di atas perabot Marks & Spencer. Rileks saja. Tidak perlu cemas. Perang itu tidak mungkin sampai di negeri ini. Kalau pun sampai. Tenang saja. Akan ada tempat lain di mana orang-orangnya mungkin akan berkelakuan sama seperti Anda sekarang ini: santai dan rileks di tempat yang nyaman, empuk dan hangat.
Pesan saya untuk Palestina, teruslah berjuang. Maafkan kami, belum bisa menyumbang secara fisik. Tapi, kami tidak akan lupa, Palestina! (MTW)
Langganan:
Postingan (Atom)
Ruang Tamu
Puncak Selera Jiwa
Pojok Hikmah
mimpi dapat diperpanjang. tidak peduli berapa usia kita atau apa kondisi kita, karena masih ada kemungkinan belum tersentuh di dalam diri kita dan keindahan baru menunggu untuk dilahirkan. Karena Bermimpilah ! untuk esok yang indah