Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Kategori

Artikel (4) Dakwah (7) Motivasi (3) Muhasabah (11) Munajah (7) Prosa (5) Puisi (18) Tarbiyah (2)

Senin, Januari 05, 2009

Jihad yang Hilang: Cinta dalam Islam

oleh G. Willow Wilson

Kairo - "Di jantung semua makhluklah terletak sumber kehancuran mereka," tulis penulis Mesir Adhaf Soueif dalam novelnya, The Map of Love. Ia menuruti kata hatinya dalam sebuah penyimpangan yang ditulis dengan sangat indah dari tatabahasa Arab, dengan membandingkan kata-kata yang berasal dari akar yang sama: dalam hal ini, qalb, "jantung"; dan enqilab, "kehancuran". Pada tingkat ini, tempat hubungan antara makna dan bangunannya jelas terlihat, bahasa Arab menjadi sebuah bahasa yang luar biasa, menautkan konsep dan gagasan yang dalam bahasa Inggris sama sekali tak berhubungan.

Terlepas dari rentang dan kegunaan konseptualnya yang besar, yang disediakan oleh akar dan pola sistem bahasa tersebut, ada sebuah anggapan umum di kalangan bukan pengguna bahwa bahasa Arab – dan karenanya, Islam – tidak memiliki kata yang sebanding dengan agapé, sebuah istilah Yunani yang digunakan umat Kristen untuk memaknai cinta tak berbatas, yang penuh pengorbanan diri antara orang-orang beriman, atau antara seorang beriman dengan Tuhan. Kata tersebut memiliki gairah lebih besar daripada filia, namun tidak sejelas eros, agapé adalah cinta yang tidak memiliki pengharapan, yang di dalamnya seorang pecinta direndahkan dan didisiplinkan sebelum dicintai. Sebuah pencarian Google bagi kata “agapé” dan “Islam” menghasilkan ratusan situs yang mengatakan bahwa istilah tersebut tidak ditemukan dalam bahasa Arab, dan menggambarkan Islam sebagai agama yang dingin dan tidak berperasaan karena ketiadaan kata tersebut.

Selama bertahun-tahun, Muslim Sufi telah merujuk kepada berbagai kata yang romantik dalam bahasa Arab bagi cinta dan membuat kata-kata itu berfungsi sebagai sebuah gagasan yang sangat serupa dengan agapé. Puisi Sufi yang berasal dari abad ke-10 dan ke-11, mengilhami budaya troubadour dan gagasan-gagasan cinta penuh kesantunan yang berkembang di kerajaan-kerajaan abad pertengahan di selatan Prancis, Navarre, dan Aragonne; salah satu perkembangan artistik positif yang muncul dari hubungan antara orang Eropa Kristen dan Timur Dekat Muslim selama Perang Salib. Tetapi banyak dari para pemikir terbesar Sufi, termasuk al Ghazali, sesungguhnya dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Platonik, Neoplatonik, dan Kristen Gnostik tentang cinta, tetap terpelihara di Timur Tengah abad pertengahan karena penerjemahan tulisan-tulisan berbahasa Yunani, Romawi, dan Bizantium ke dalam bahasa Arab dan Persia. Pertanyaan yang tersisa adalah: kita mengetahui Nabi Muhammad menginginkan umat Muslim untuk mencintai dan melayani Tuhan, tetapi adakah ia menginginkan mereka saling cinta-mencintai dengan Tuhan – dan mencerminkan cinta dan pengabdian ini satu sama lain?

Sederhananya, jawabannya adalah ya. Walapun ia secara klasik telah diabaikan oleh para pengecam Islam, ada sebuah kata bagi agapé dalam bahasa Arab. Ia membawa konotasi “ketakterbatasan” abstrak yang sama seperti kata Yunani tesebut, dan digunakan dalam konteks yang sama. Terlebih lagi, kata tersebut sepenuhnya asli; tidak dipinjam, disesuaikan, atau diserap dari bahasa lain. Kata bahasa Arab bagi agapé adalah mahubba, dan kata tersebut sangat menarik karena dua alasan: satu, karena ia berasal dari hub – dalam bentuk femininnya – yang berarti cinta. Dua, karena awalan ‘ma’. Penambahan huruf mim di awal sebuah kata dalam bahasa Arab berarti "orang yang melakukan/sedang melakukan", "yang melakukan/sedang melakukan ", atau "dalam suatu keadaan" dari kata yang mengikutinya. Junun berarti gila, dan majnun berarti "orang gila" atau "dalam keadaan gila"; baraka berarti rahmat, dan mubarak adalah "orang yang dirahmati" atau "dalam keadaan penuh kerahmatan ".

Karena itu, mahubba secara harfiah berarti “dalam cinta”, tetapi jarang digunakan dalam pengertian erotik. Ia dapat menggambarkan cinta di antara sesama manusia atau cinta kepada ilahi, dan paling sering digunakan dalam konteks spiritual untuk kedua hal tersebut. Kandungan implisit dalam mahubba adalah pengabdian; seorang pecinta menempatkan yang dicintainya di tengah wacana, dan berserah kepada tuntutan-tuntutannya. Penulis Fethullah Gulen menggambarkan mahubba sebagai "kepatuhan, kepasrahan, dan penyerahan tanpa syarat" kepada yang dicintai, dengan mengutip bait-bait Sufi Rabi'a al-Adawiya, "Jika engkau jujur dalam cintamu, engkau akan mematuhi-Nya, karena seorang pecinta taat kepada yang dicintainya."

Sekali lagi, walaupun gagasan mahubba disebarkan terutama oleh tokoh-tokoh Sufi selama berabad-abad, kata dan konsep tersebut sesungguhnya berakar dalam tradisi Islam arus utama: Al Qur'an ayat 3:31 kadang disebut 'ayat ul'mahubba', dan berbunyi: "Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikuti aku, dan niscaya Allah akan mengasihimu." Sebuah hadits qudsi (Perkataan Tuhan yang disampaikan kembali oleh Nabi Muhammad) yang diikutsetakan dalam kumpulan hadits susunan Imam Malik bahkan lebih jelas lagi: "Tuhan berkata, 'Cinta-Ku [mahubbati] hanya dimiliki mereka yang saling mencintai satu sama lain [mutahubinna] demi Aku, duduk bersama demi Aku, saling mengunjungi demi Aku, dan beramal dengan murah hati kepada satu sama lain karena Aku."

Mahubba berbeda dari agapé adalah satu hal yang sangat penting: karena melayani dan mendekati yang dicintai merupakan sebuah bentuk dari perjuangan pribadi yang terus berkelanjutan, mahubba adalah sebuah bentuk dari jihad. Jauh dari "jihad kecil" penuh kekerasan dan sembarangan yang dikhotbahkan oleh para militan, mahubba adalah sebentuk jihad yang lebih besar, atau jihad melawan nafsu kita sendiri. Adhaf Soueif benar kiranya: di jantung semua makhluk terdapat sumber kejatuhan mereka. Perjuangan melayani Tuhan, dan sesama umat manusia, karena cinta, merupakan jihad potensi kemanusiaan melawan jihad dari ideologi kekerasan. Jika dihidupkan lagi, ia memiliki kekuatan mengubah dunia.

0 komentar:

Ruang Tamu


Tinggalkan Pesan Terbaikmu

Puncak Selera Jiwa

Pojok Hikmah

mimpi dapat diperpanjang. tidak peduli berapa usia kita atau apa kondisi kita, karena masih ada kemungkinan belum tersentuh di dalam diri kita dan keindahan baru menunggu untuk dilahirkan. Karena Bermimpilah ! untuk esok yang indah